TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya menuntaskan kasus penerbitan paspor Indonesia dengan metode reach out tahun 2016 dan visa dengan metode calling visa tahun 2013 hingga 2016 untuk WNI di Malaysia.
Tersangka di kasus ini, Dwi Widodo (DW) Atase Imigrasi KBRI Malaysia telah ditahan penyidik KPK untuk 20 hari ke depan di Rutan Guntur sejak Jumat (21/4/2017).
Untuk melengkapi berkas penyidikan Dwi Widodo, hari ini Rabu (26/4/2017) penyidik memeriksa dua saksi dari unsur swasta.
"Dua saksi hari ini kami agendakan diperiksa untuk tersangka DW. Mereka yakni Muvita Rochmah, staf PT Rasulindo Jaya dan Nur Laila, Komisaris PT Rasulindo Jaya," ungkap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Sebelumnya, penyidik juga telah memeriksa puluhan saksi, seperti Idul Adheman, mantan pembantu Atase Imigrasi KBRI Malaysia dan Elly Yanuarin Dewi, mantan lokal staf KBRI Malaysia.
Atas kasus ini, Dwi Widodo sudah dicegah ke luar negeri, dinonaktifkan dari jabatannya dan ditarik kembali ke tanah air untuk memudahkan penyidikan. Bahkan kediaman Dwi Widodo di kawasan Depok, Jawa Barat telah digeledah.
Dwi diduga menerima suap miliaran rupiah terkait penerbitan paspor Indonesia dengan metode reach out tahun 2016 dan visa dengan metode calling visa tahun 2013 hingga 2016 untuk WNI di Malaysia.
Berdasarkan perhitungan sementara, diduga Dwi menerima suap Rp 1 miliar dari perusahaan yang bertugas sebagai agen pengurusan paspor WNI di Malaysia yang hilang ataupun rusak.
Selanjutnya perusahaan tersebut memungut biaya yang melebihi tarif resmi. Terlebih lagi perusahaan itu bukan dalam kapasitas sebagai mitra KBRI dalam persoalan paspor dan visa.
Atas perbuatannya, Dwi Widodo dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001