TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Schapelle Leigh Corby atau yang dikenal dengan julukan Ratu Mariyuana asal Australia, sudah dideportasi ke negaranya Australia, Sabtu (27/5/2017) kemarin malam.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyebutkan, terpidana 20 tahun penjara kasus kepemilikan mariyuana 4,2 kilogram asal Australia ini, sudah menjadi manusia bebas.
"Dia sudah menjadi manusia bebas. Sudah tak ada lagi alasan kami untuk menahan. Dan itu hak dia," kata Yasonna di RS Premier Jatinegara, Jakarta Timur, Minggu (28/5/2017).
Baca: Beli Dua Tiket Pulang ke Australia, Corby Tak Jadi Naik Virgin Tapi Malindo Air
Dia mengaku terbang ke Bali untuk bertemu dengan Corby menjelang pendeportasiannya.
Namun Corby menolak bertemu.
"Saya kemarin pergi ke Bali saya ingin mencoba berbicara kepada dia (Corby) untuk meminta dia supaya betul-betul tidak menimbulkan kehebohan baru. Kira-kira seperti itu," kata Yasonna.
Menurutnya, Corby yang mendapat pembebasan bersyarat pada Februari 2014 ini mengalami trauma hingga enggan menampakkan diri dan menghindari sorotan awak media, baik lokal maupun internasional.
"Tapi dia sangat traumatik. Terlalu banyak teman-teman wartawan yang meminta. Dia (Corby) agak sulit berkomunikasi, itu hak dia (Corby)," katanya.
Diberitakan, Schapelle Leigh Corby lahir 10 Juli 1977. Dia ditangkap membawa obat terlarang di dalam tasnya di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Indonesia pada 8 Oktober 2004.
Dalam tas Corby ditemukan 4,2 kg ganja. Namun menurut Corby, barang haram itu bukan miliknya.
Dirinya mengaku tidak mengetahui ada ganja dalam tasnya sebelum tas tersebut dibuka oleh petugas bea cukai di Bali.
Namun pernyataan ini ditentang oleh petugas bea cukai yang mengatakan bahwa Corby mencoba menghalangi mereka saat akan memeriksa tasnya.
Ayah kandung Schapelle Corby, Michael Corby, sebelumnya pernah tertangkap basah membawa ganja pada awal tahun 1970-an.