Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberian label predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terkait pengelolaan keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tahun anggaran 2016 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terancam batal.
Ini karena pemberian predikat itu dibumbui pidana suap dan berujung pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Satgas KPK di BPK dan Kemendes hingga penetapan empat tersangka.
Lalu apakah pemberian WTP oleh BPK kepada Kemendes PDTT itu dapat dikaji ulang atau bahkan dibatalkan?
Menjawab hal itu, Ketua BPK, Moermahadi Soerja Djanegara tidak menampik pemberian WTP itu pastinya akan diuji kembali atau bahkan dibatalkan.
Kaji ulang pemberian WTP bisa dilakukan jika ada kesalahan dalam proses pemberian audit dan tidak memenuhi standart audit.
"Teorinya kalau ada kesalahan proses pemberian audtinya dan tidak memenuhi standar audit, bisa saja namanya restatement," terang Moermahadi Soerja Djanegara, Sabtu (27/5/2017) malam di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Seperti diketahui, kehadiran Moermahadi Soerja Djanegara di KPK didampingi Wakil ketua BPK Bahrullah Akbar ialah terkait ditangkapnya dan ditetapkannya dua auditor BPK, Rochmadi Sapto Giri (RS) dan Ali Sadli (ALS).
Mereka ditangkap pada Jumat (26/5/2017) kemarin karna diduga menerima suap dari Sugito (SUG) selaku Irjen Kemendes dan seorang Eselon III Kemendes bernama Jarot Budi Prabowo.
Dari hasil penyidikan sementara, terungkap suap pejabat Kemendes kepada dua auditor BPK itu mencapai Rp 240 juta. Rp 40 juta ditemukan saat Oprasi Tangkap Tangan (OTT), tepatnya di ruangan Ali Sadli (ALS). Sedangkan pemberian Rp 200 juta sebelumnya terjadi pada awal Mei 2017.
Moermahadi Soerja Djanegara menambahkan akan memeriksa kembali hasil audit anak buahnya yang berujung WTP kepada Kemendes. Dia juga enggan berspekulasi pemberian WTP itu lantaran ada "pelicinnya".