Sementara Rochmadi dan Ali, sebagai pihak penerima suap disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Belum Setor LHKPN
Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri ternyata belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK.
Dari data yang dipublikasi dalam laman acch.kpk.go.id, Minggu (28/5/2017), Rochmadi terakhir menyerahkan LHKPN pada Februari 2014.
Saat itu, Rochmadi masih menjabat sebagai Kepala Biro Teknologi Informasi BPK.
Dari data yang diperoleh, pada 2014, Rochmadi memiliki harta senilai Rp 2,4 miliar.
Harta kekayaan Rochmadi terdiri dari harta tidak bergerak seperti beberapa tanah dan bangunan di Tangerang Selatan dan Kabupaten Karanganyar.
Beberapa tanah dan bangunan diperoleh dari hasil sendiri dan warisan.
Kemudian, Rochmadi memiliki beberapa kendaraan, yakni mobil merek Ford Escape tahun 2006, dan Ford Fiesta tahun 2011.
Selain itu, dalam harta yang dilaporkan pada 2014, Rochmadi juga memiliki harta berupa logam mulia, dan giro atau setara kas senilai 4.610 dollar AS.
Sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Moermahadi Soerja Djanegara menyatakan status pemberian opini WTP di Kementerian Desa PDTT bisa saja diubah berkaitan dengan adanya kasus dugaan suap untuk pemberian opini tersebut.
Moermahadi menyatakan, berubah atau tidaknya opini WTP itu akan menunggu hasil pemeriksaan apakah dalam proses pemberian opini sudah sesuai standar audit atau tidak.
"Apakah opininya bisa akan berubah? Kami akan lihat nanti dari hasilnya," kata Moermahadi.
Namun, secara teori, lanjut Moermahadi, status opini yang sudah diberikan bisa saja berubah.
"Itu bisa, ada restatement namanya," ujar Moermahadi.