Ia menilai dirinya tidak memiliki kapasitas untuk melakukan intervensi terkait kasus yang bergulir pada 2015 lalu.
"Kalau dikatakan (SMS itu bentuk) intervensi, nggak juga, saya tidak punya kapasitas untuk intervensi (penegak hukum)," ujar Hary Tanoe.
Lebih lanjut pengusaha itu pun menyebutkan alasan dirinya tidak bisa melakukan intervensi terhadap kasus itu. Hal tersebut, kata HT, lantaran dirinya bukan merupakan seorang pejabat ataupun orang yang memiliki kekuasaan.
"Kalau saya pejabat, saya punya kekuasaan, abuse of power, itu bisa dikatakan intervensi, saya siapa? Rakyat biasa," kata Hary Tanoe.
Jaksa Yulianto Diperiksa
Kasubdit Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Agung, Yulianto, memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.
Ia diperiksa sebagai saksi pelapor kasus dugaan ancaman melalui pesan singkat atau SMS oleh CEO MNC Group sekaligus Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Partai Perindo), Hary Tanoesoedibjo atau dikenal Hary Tanoe.
Seusai pemeriksaan, Yulianto mengaku telah menyerahkan dua telepon genggam miliknya kepada penyidik sebagai barang bukti.
"Saya sebagai pelapor sudah menyampaikan handphone (HP) saya untuk dilakukan penyitaan, sebanyak dua HP ke penyidik cyber," kata Yulianto.
Menurut Yulianto, seharusnya penyidik Bareskrim juga melakukan penyitaan telepon genggam milik Hary Tanoe sebagai barang bukti dugaan tindak pidana. Namun, hal itu belum dilakukan.
"Seharusnya sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, yang dilakukan penyitaan adalah HP atau alat yang digunakan untuk melakuKan kejahatan. Kalau yang mengirim SMS dan saya tidak balas seharusnya HP siapa yang disita? Yaaa Hp-nya HT. Nah, jadi itu dasarnya yang dapat melakukan penyitaan itu adalah alat dan hasil yang digunakan untuk kejahatan," ujarnya. (coz/fit/wly)