TRIBUNNEWS.COM – Asia bukan baru-baru ini menjadi target operasi ISIS.
Pertarungan antara militan yang menggunakan atribut mirip ISIS dengan pasukan pemerintah Filipina di Kota Marawi memang sempat menggemparkan banyak negara lain, khususnya Indonesia.
Namun, meskipun Presiden Filipina Rodrigo Du Terte memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk turut membela, pemerintah tetap memilih untuk tidak bersikap reaktif.
“Pengiriman pasukan TNI tidak diatur dalam peraturan dan Undang-Undang,” terang Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin dalam rilis yang diterima Parlementaria, Senin (03/7/2017).
Pasalnya, hal ini sudah diatur pada UUD 1945 pasal 30 ayat 3, bahwa TNI sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
Ditambah lagi, keterlibatan pasukan TNI dalam operasi perdamaian dunia harus mendapatkan persetujuan dari DPR RI.
Kedua, pasal 10 ayat 3 butir D dalam UU Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara menegaskan, bahwa TNI dapat ikut serta dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.
Maksudnya, TNI juga bisa memberikan bantuan seperti logistik, pelatihan militer, alat kesehatan, atau data intelijen lainnya yang mungkin diperlukan oleh angkatan perang Filipina. Tidak selalu harus ikut berperang.
Selanjutnya, pada UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI disebutkan dalam pasal 7 ayat 1 bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD.
Lagipula, Indonesia masih perlu melakukan beberapa pendekatan untuk menyelesaikan konflik bangsa sendiri.