TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Irman, terdakwa korupsi pengadaan e-KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012, mendapat pengawalan dari Komisi Pemberantasan Korupsi selama dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta.
Irman dirawat Kamis pekan lalu karena menderita sakit diare yang parah.
" Ada dari KPK empat orang pengawal. Memang kita standarnya harus ada pengawal," kata Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Wawan Sunaryanto usai persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (10/7/2017).
Wawan mengakui jumlah pengawal tersebut memang sengaja ditambah. Wawan mengatakan itu untuk mengantisipasi selalu ada yang mengawal jika petugas sedang rotasi.
Wawan membantah jika penambahan pengawalan tersebut karena ada adanya dugaan Irman terkena racun pada makanannya.
"Kita ini kan prosedur. Jumlahnya kita tambah, ketika ada rotasi, tidak ada yang meninggalkan tempat tetap ada di situ," tukas Wawan.
Irman dijadwalkan membacakan nota pembelaan atau pledoi hari ini bersama terdakwa dua, Sugiharto.
Irman sebelumnya dituntut pidana penjara tujuh tahun dan pidana denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Irman dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi dan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
Sementara Sugiharto dituntut pidana penjara lima tahun dan denda Rp 400 juta subsidair enam bulan kurungan.
Irman adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman sementara Sugiharto adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Negara dihitung menderita Rp 2,3 triliun dari anggaran Rp 5,9 triliun pengadaan KTP berbasis chip tersebut.