TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Miryam S Haryani, terdakwa memberikan keterangan palsu saat persidangan kasus korupsi KTP elektronik meminta izin kepada majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi. Ia mengaku akan pergi berobat karena sakit pencernaan.
"Ada permintaan berhubung klien kami sedang tidak sehat kami minta Yang Mulia mengizinkan klien kami untuk berobat di RSPAD. kami sudah buatkan permohonannya," kata Penasihat Hukum Miryam, Aga Khan.
Ketua Majelis Hakim Franky Tumbuwun mempersilakan kepada para penasihat hukum agar menyerahkan permohonan untuk dipertimbangkan majelis hakim.
"Oke silakan aja. Nanti dipertimbangkan ya," kata Franky.
Miryam mengaku menderita sakit karena mengeluarkan darah saat buang air. Politikus Partai Hanura itu mengaku dia sudah menderita penyakit tersebut sekitar sepuluh hari.
"Saya ini buang airnya berdarah, saya sudah hampir sepuluh hari ini gitu ya. Saya minta besok ke dokter. Pencernaan saya tidak bagus," kata Miryam.
Saat izin meminta untuk berobat, Miryam sedang mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum.
Ia didakwa dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberikan yang tidak benar dalam persidangan kasus dugaan perkara korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan Miryam S Haryani dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dengan cara mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidikan yang menerangkan antara lain adanya penerimaan uang dari Sugiharto.
"Dengan alasan pada saat pemeriksaan penyidikan telah ditekan dan diancam tiga orang penyidik KPK. Padahal alasan yang disampaikan terdakwa tersebut tidak benar," kata JPU Kresno Anto Wibowo.
Perbuatan memberikan keterangan palsu tersebut dilakukan pada 23 Maret 2017 saat Miryam bersaksi untuk terdakwa Irman dan Sugiharto.
Usai sumpah, ketua majelis hakim kemudian menanyakan keterangan Miryam dalam BAP tanggal 1 Desember 2016, 7 Desember 2016, 14 Desember 2016 dan 24 Januari 2017.
"Terdakwa membenarkan paraf dan tanda tangannya yang ada dalam semua BAP namun terdakwa mencabut semua keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP dengan alasan isinya tidak benar karena pada saat penyidikan telah ditekan dan diancam oleh tiga orang penyidik KPK yang memeriksanya," ungkap Kresno Anto.
Hakim kemudian mengingatkan agar terdakwa memberikan keterangan yang benar di persidangan karena sudah disumpah.