TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Setya Novanto menjadi tersangka dalam kasus pengadaan e-KTP.
Dalam dakwaan di persidangan sebelumnya Novanto dituduh menerima suap Rp 574 miliar.
Novanto pun bingung mendapat tuduhan dapat uang senilai Rp 574 miliar. Pasalnya Novanto tidak mengerti bagaimana cara mendapatkan aliran dana sebesar itu.
"Rp 574 miliar besar bukan main, bagaimana cara transfernya? Wujudnya seperti apa?," kata Novanto di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Novanto pun memohon kepada awak media untuk tidak salah memberitakan perihal kasus e-KTP yang menimpa dirinya. Karena Novanto saat ini merasa terzolimi.
"Saya mohon betul-betul jangan ada kedzoliman," kata Novanto.
Novanto pun kembali membantah tidak menerima aliran dana suap pengadaan proyek e-KTP. Hal itu dibuktikan dalam persidangan saat Nazarudin menjadi saksi.
"Sudah kita lihat dalam sidang Tipikor, dalam fakta persidangan saudara Nazar dalam keterlibatan saya e-KTP tidak ada," jelas Novanto.
Selain itu Novanto menambahkan kesaksian pengusaha Andi Narogong pada 29 Mei. Novanto mengatakan Andi mengaku juga tidak pernah menerima uang sebanyak Rp 574 miliar.
"Pada 29 Mei, andi narogong menyampaikan saya tidak menerima hal tersebut (uang Rp 574 miliar)," papar Novanto.
Sebelumnya diberitakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo mengumumkan langsung penetapan tersangka baru kasus korupsi e-KTP.
Setelah menetapkan tiga tersangka sebelumnya, yakni Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus (AA) alias Andi Narogong, kini giliran Setya Novanto, Ketua DPR RI yang diumumkan menjadi tersangka.
"Bismilah, saya akan sampaikan perkembangan pengusutan korupsi e-KTP. Setelah mencermati fakta persidangan terhadap 2 terdakwa dalam dugaan korupsi e-KTP tahun 2011-2012, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk tetapkan seorang lagi tersangka. KPK menetapkan saudara SN, anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka," ungkap Agus Rahardjo, Senin (17/7/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.