TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski disebut-sebut Golkar tetap solid mendukung kepemimpinan Setya Novanto namun ternyata sejumlah bakal calon ketua umum pengganti Novanto bermunculan.
Seorang politikus Golkar menyebut lima nama kandidat pengganti Setya Novanto.
Mereka adalah Airlangga Hartarto, Idrus Marham, Agus Gumiwang, Aziz Syamsudin dan Nusron Wahid.
Meskipun di sisi lain berdasarkan Rapimnas Golkar dan rapat Pleno DPP Golkar dinyatakan tidak akan ada Munaslub Partai Golkar terkait status tersangka Setya Novanto.
Terkait hal itu, Pengamat politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai kedua pernyataan tersebut sangat solutif, namun sarat makna politik.
Berangkat dari dua pernyataan di atas, Emrus mengatakan di satu sisi Golkar menghormati semua proses hukum yang berlaku di KPK terkait Setya Novanto dengan status tersangka.
Baca: Gelar Rapat Tertutup, Dewan Pakar Golkar Masih Percaya kepada Setya Novanto
Namun di sisi lain, sebagai langkah antisipatif terhadap keputusan hukum ke depan dan menyikapi dinamika politik yang berkembang, tampaknya Golkar telah "mempersiapkan" bakal calon ketua umum Golkar pengganti Setya Novanto.
Emrus melihat sebagai partai yang punya pengalaman lama berpolitik dibanding semua partai yang ada di Indonesia, Golkar tampaknya melakukan antisipatif terhadap kemungkinan keputusan pada setiap tahap proses hukum terkait status tersangka yang disandang Setya Novanto.
Keputusan praperadilan menurutnya, sangat besar kemungkinan diajukan--akan memenangkan Setya Novanto. Dengan demikian Setya Novanto akan tetap menjadi Ketum Golkar.
"Bila keputusan praperadilan menyatakan bahwa kasus yang menimpa Setya Novanto dilanjutkan proses hukumnya, maka Setya Novanto bisa saja tetap memegang Ketum Golkar sembari menyesuaikan dengan proses hukum yang berjalan dan atau menyikapi keputusan hukum pada setiap jenjang peradilan," jelas Emrus kepada Tribunnews.com, Jumat (21/7/2017).
Pada proses hukum yang terakhir ini hingga mempunyai keputusan hukum tetap, kata dia, tidak tertutup kemungkinan Setya Novanto mengundurkan diri dari Ketum Golkar.
Karena pertimbangan beban politik dan atau yang terbaik bagi Golkar menghadapi peristiwa politik, seperti Pilkada 2018 dan Pemilu Serentak 2019.
Dengan langkah antisipatif, menurutnya, tampaknya Golkar telah mempersiapkan balon penggati Setya Novanto.
Tentu kemungkinan besar penggantinya salah satu dari 5 kandidat yang disebut ZA di atas.
Pemikiran kritis muncul, lanjut Emrus, dari lima nama di atas, sengaja atau tidak disengaja ia melihat peluang menjadi Ketum Golkar pengganti Setya Novanto, tampaknya sesuai berdasarkan urutan nama yang disebutkan tersebut.
"Sebab, bila merujuk pada konsep ilmu komunikasi dengan paradigma konstruktivis, semua perilaku komunikasi itu disegaja oleh siapa yang memproduksi pesan komunikasi, baik oleh individu atau institusi," katanya.
"Tidak ada pesan komunikasi berada di ruang hampa," tegasnya. (*)