Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi mendorong pemerintah serius menerbitkan Undang-undang yang melindungi anak perempuan dari praktek perkawinan anak.
Ini disampaikan Sekjen KPI, Dian Kartikasari, saat konferensi pers peringatan hari anak nasional yang bertajuk "Negara Lalai Melindungi Anak Perempuan dari Praktek Perkawinan Anak" di Cikini, Jakarta Pusat Minggu, (23/7/2017).
Hal ini dilakukan mengingat masih tingginya angka perkawinan anak di Indonesia.
Menurut data BPS di tahun 2015 menyatakan satu dari lima perempuan kawin di usia 20-24 tahun melakukan perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun.
Praktek perkawinan anak di berbagai wilayah Indonesia, hampir 50 persennya rentan akan terjadinya perceraian setelah satu tahun usia perkawinan dan berbagai masalah lainnya yang melanda anak, khususnya bagi perempuan.
"Ini tidak hanya soal agama, faktor pendekatan kultural, pemahaman perkawinan anak adalah pemiskinan yang harus dihentikan," ujar Dian, Minggu, (23/7/2017).
Saat ini, upaya permohonan judicial review atas Undang-undang Perkawinan pasal 7 ayat 1 mengenai batas usia minimal usia perkawinan perempuan dari 16 menjadi 19 tahun telah dilakukan oleh masyarakat sipil dengan kuasa hukum pihak KPI.
Namun, sampai saat ini, masih menunggu keputusan Sidang Pleno Hakim Mahkamah Konstitusi.