TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT) Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, mengajak negara negara kawasan Asia Tenggara untuk untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman teroris asing pasca operasi militer Filipina di Marawi terhadap kelompok bersenjata yang diduga berasal dari jaringan kelompok terorisme Islamic State Irag and Suriah (ISIS).
Hal tersebut disampaikan Kepala BNPT pada acara pertemuan sub regional meeting Foreign Terrorist Fighters (FTF) and Cross Border Terrorism yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) di Hotel Four Points, Manado, Sabtu (29/7/2017) siang ini.
"Foreign Terrorist Fighters ( (FTF) merupakan ancaman riil di kawasan Asia Tenggara pada khususnya yang harus segera diselesaikan secara bersama," ujar Komjen Pol. Suhardi Alius disela-sela acara tersebut.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri delegasi dari negara Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Australia dan Selandia Baru ini Kepala BNPT mengatakan bahwa di dalam pertemuan tersebut dirinya memberikan penguatan masukan mengenai apa yang sudah disampaikan Menkopolhukam Jenderal TNI (purn) Wiranto dan Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi yang telah menggambarkan bagaimana langkah-langkah dari Indonesia dalam rangka merespon terkait kejadian di Marawi di pertemuan tersebut.
“Kami memberikan masukan baik itu dari sisi mengenai bagaimana hard approach-nya, menjaga perbatasannya, lalu juga sharing mengenai langkah-langkah yang kita laksanakan terkait dengan program deradikalisasi, kontra radikalisasi dan juga bagian-bagian lain mengenai pemecahan masalah terorisme,” ujar alumni Akpol tahun 1985 ini.
Namun demikian mantan Kabareksrim Polri ini mengatakan bahwa penguatan yang telah disampaikannya dalam pertemuan itu untuk semua lini. Karena dalam pertemuan ini delegasi Indonesia juga dihadiri oleh Mabes TNI, Kepolisan RI, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan juga Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK).
“Dimana TNI dan Polri berbicara terkait hard approchnya, Kemkominfo terkait mem-banned media sosial yang ada konten-koten radikalnya, Kemenkum HAM terkait untuk memperkuat hukumnya, lalu ada juga PPATK terkait finance atau pendanaan jaringan teroris dan dari kita (BNPT) dengan program deradikalisasi dan kontra radikalisasi. Semua lengkap kita lengkap dalam memerangi terorisme,” kata mantan Kapolda Jawa Barat ini
Lebih lanjut menurut pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini, dengan semuan delegasi Indonesia berbicara maka secara komprehensif semua masukan ini tentunya untuk bisa mencari solusi supaya penyebaran dari pengaruh ISIS di Asia Tenggara bisa dieliminasi. “Karena kita semua sepakat untuk memerangi itu (ISIS),” kata mantan Kepala Divisi Humas Polri ini .
Selanjutnya dengan adanya pertemuan tersebut, pria yang pernah menjadi Wakapolda Metro Jaya ini mengatakan bahwa banyak permintaan dari Australia dan juga negara-negara lainnya untuk minta gambaran mengenai apa yang sudah dilaksanakan oelh BNPT dalam memerangi masalah terorisme tersebut.
“Karena keberhasilan-keberhasilan kita khusunya berkaitan dengan masalah penanganan kontra radikalisasi dan deradikalisasi. Itu yang diminta oleh negara-negara tersebut kepada mengenai bagaimana cara kita memeranginya dan selama ini berhasil,” kata mantan Kapolres Metro Jakarta Barat dan Kapolres Depok ini mengakhiri
Sementara itu Menkopolhukam Jenderal TNI (purn) Wiranto dalam kenferensi pers bersama dengan Jaksa Agung Australia, Goerge Berdis usai memimpin pertemuan tersebut mengatakan bahwa beberapa point penting yang dibahas dslam pertemuan tersebut adalah kontra narasi atas penyebaran paham paham radikalisme dan terorisme di dunia maya.
“Selain itu disepakati juga mengenai penguatan kerjasama dalam upaya menangkal masuknya teroris teroris ke wilayah kawasan khususnya setelah jatuhnya ISIS di Iraq dan Suriah serta pasca operasi militer filipina di Marawi,” ujar Menkopolhukam
Selain itu juga memperkuat kerjasama dalam masalah sharing informasi mengenai pergerakan sel sel teroris di kawasan Asia Tenggara. “Karena pergerakan sel sel teroris lintas batas cukup intensif dan ini harus dibendung untuk menghindari masuknya para sel tersebut ke kawasan ini,” kata mantan Panglima ABRI ini.
Sementara itu Jaksa Agung Australia George Berdis menegaskan bahwa pihaknya sangat mengapresiasi langkah Indonesia yang secara terus menerus mewaspadai pergerakan teroris masuk ke kawasan ini.
“Pertemuan seperti ini akan terus dilakukan untuk memperkuat koordinasi dalam penanggulangan terorisme. Australia akan konsisten membantu negara negara kawasan Asia Tenggara khususnya yang terkait dengan pengembangan kapasitas di berbagai sektor termasuk manajemen lapas (lembaga pemasyarakatan),” ujar George Brandis.
Dalam kesempatan tersebut Deputi III bidang Kerjasama Internasional BNPT, Irjen Pol. Drs. Hamidin di sela-sela acara tersebut mengatakan bahwa situasi keamanan di Marawi pasca operasi militer bukan saja menimbulkan ketegangan di kawasan tersebut, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran bagi negara negara kawasan di Asia Tenggara.
“Konflik internal di Filipina Selatan yang dimulai dengan lahirnya MILF kemudian menyusul MNLF dan kini muncul kelompok separatis Islamist dengan nama Moute di samping itu kelompok New Poeple Army (NPA)yang baru baru ini menembak konvoi Presiden Filipina (Duterte) semakin memperunyam masalah di kawasan itu,” kata Irjen Pol Hamidin
Untuk itu kata mantan Direktur Pencegahan BNPT ini, Indonesia, Malaysia dan Brunei harus memgambil langkah antisipasi menghadapi kemungkinan eskalasi sel sel teroris tersebut khususnya setelah ISIS melemah di Iraq dan Suriah. “Asia Tenggara menjadi target proyek kekhilafaan setelah Iraq dan Suriah jatuh ditangan sekutu,” kata mantan Kapolres Metro Jakarta Pusat ini mengakhiri.
Selain dihadiri Menkopolhukan dan Menlu RI, acara tersebut juga dihadiri Kapolri Jenderal Pol. Drs. Tito Karnavian, Kasum TNI Laksdya TNI Didit Herdiawan Ashaf, Menkominfo Rudiantara, Menkumham Yasonna Laoly, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dan sejumlah pejabat terkait serta para pejabat keamanan yang merupakan delegasi dari negara-negara peserta.