TRIBUNNEWS.COM, TUBAN - Sepekan terakhir patung dewa yang berada di kawasan Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio, Tuban, Jawa Timur mendadak menjadi perbincangan dan memicu pro kontra di media sosial.
Patung Kongco Kwan Sing Tee Koen yang berdiri setinggi 30 meter ini sebetulnya sudah diresmikan awal Juli lalu dan diklaim sebagai patung panglima perang paling tinggi di Asia Tenggara.
Idenya dicetuskan oleh pengurus klenteng dengan pendanaan dari seorang donatur asal Surabaya sebesar Rp2,5 miliar.
Namun, beberapa hari belakangan, muncul berbagai opini miring di media sosial yang membanding-bandingkan tinggi patung ini dengan patung Jenderal Sudirman di Jakarta yang jauh lebih kecil.
Beberapa unggahan juga memelintir kabar dengan menyebut bahwa patung dewa ini berdiri di alun-alun.
Walau belum ada protes langsung ke klenteng, kabar yang menjurus isu SARA ini cukup membuat Ketua Kwan Sing Bio, Gunawan Putra Irawan khawatir.
Dia menyebut penyebar berita di medsos sudah salah kaprah.
"Jangan sampai bahasanya keliru. (yang betul) patung Dewa Kwan Sing Tee Koen, ada yang salah dengan menyebutnya panglima perang dari Cina. Kita tidak ada kerjasama apapun dengan Cina. Yang mendanai asli Surabaya," kata Gunawan.
Patung ini pun bukan sosok jenderal, tetapi dewa yang dipuja di kuil. "Di dalam klenteng, patungnya kecil hanya 15cm, itu yang disembayangkan, yang tinggi ini cuma ini dibuat monumen," katanya.
Dia menambahkan bahwa patung ini berdiri di dalam kompleks klenteng, bukan di alun-alun kota, seperti yang disebut di media sosial.
Ramai pengunjung
Sejumlah organisasi Islam di Tuban mengaku tak keberatan dengan kehadiran patung tersebut.
Ketua MUI Tuban, Abdul Matin mengatakan, ada oknum yang sengaja mengunggah perbandingan patung Kongco Kwan Sing Bio di Tuban dengan patung Jenderal Sudirman di Jakarta untuk membentuk opini.
Sejak patung itu berdiri, lebih banyak pengunjung datang ke klenteng dan tiap hari jumlahnya bisa mencapai 300 orang, kata wartawan lokal Ali Imron yang melaporkan untuk BBC Indonesia.
Gunawan mengatakan, hal ini akan berdampak positif bagi ekonomi masyarakat sekitar.
"Klenteng ini memang sudah dikenal di Asia Tenggara, kalau tanggal 1 dan 15 selalu ramai orang dari Malaysia, Singapura datang untuk sembayang. Kami ingin masyarakat Tuban juga ikut memiliki patung ini karena akan berdampak banyak pada ekonomi mereka," paparnya.
Namun satu hal yang dipermasalahkan oleh pemerintah kota adalah izin pendirian patung.
Ketua DPRD Tuban, Miyadi mengatakan sampai sekarang belum pernah menerima izin pendirian patung tersebut.
Sebelumnya, dia mengatakan pihak klenteng memang pernah mengajukan pendirian pagoda di tengah laut, tapi ditolak pemda karena melanggar regulasi.