TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan dinilai telah lari dari tugas utamanya sebagai aparat penegak hukum.
Koalisi Pemantau Peradilan mengungkapkan kini Kejaksaan banyak menggelar kegiatan yang sama sekali tidak berhubungan dengan tugas dan kewenangan yang diberikan undang-undang.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Miko Ginting, mengkritisi mengenai kejaksaan yang menggelar turnamen catur dan terlibat menjadi tim pengawal percepatan pembangunan.
"Nah ini kan menjadikan kejaksaan dari pekerjaan utamanya penegak hukum," kata Miko Ginting saat memberikan keterangan di kantor Indonesia Corruption Watch Jakarta, Jumat (3/8/2017).
Menurut Miko, menggelar tunarmen catur tidak relevan dengan tugas dan fungsi korps Adhyaksa itu.
Sementara terlibat menjadi tim pengawal percepatan hukum, itu menyebabkan kejaksaan dengan kepentingan yang sangat besar.
"Dalam konteks pengawal percepatan pembangunan misalnya maka resiko kemudian dia dekat dengan kepentingan itu sangat besar. Belum lagi resiko besarnya moral hazard ketika pembangunan itu dikawal. Saya kira ini yang perlu direnungkan kembali," kata dia.
Sementara itu peneliti Masyarakat Pementau Peradilan Indonesia (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Muhammad Rizaldi, mengingatkan agar pengadaan turnamen bukan merupakan kamuflase sebagai ladang uang.
Rizaldi mewanti-wanti acara tersebut tidak dijadikan sebagai lahan untuk menarik iuran dari bawahan.
"Saya rasa sah--sah saja ketika kejaksaan bikin lomba, catur, golf, apapun itu. Tapi yang perlu jadi catatan ada mekanisme iuran yang dipaksakan, atau ada kelompok pengusaha tertentu dipaksakan membiayai. Tentunya kemudian membelenggu kejaksaan ketika dia harus melaksanakan tugas dan wewenangnya menuntut perkara pidana," kata Rizaldi pada kesempatan yang sama.
Koalisi Pemantau Peradilan merupakan gabungan dari lembaga swadaya masyarakat yakni YLBHI, PSHK, MaPPI FH UI dan ICW.