TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masalah safe house milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini berbuntut panjang.
Ini karena safe house yang digunakan KPK untuk melindungi saksi kasus korupsi dari intimidasi diartikan sebagai rumah sekap.
Bahkan Pansus Hak Angket KPK rencananya pada Jumat (11/8/2017) nanti akan sidak ke safe house milik KPK.
Diketahui, istilah rumah sekap muncul dari saksi kasus suap sengketa pilkada yang menjerat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar dan Muhtar Effendi yakni Niko Panji Tirtayasa.
Selain soal rumah sekap untuk menyekap saksi, Miko juga menyebut KPK memberikan fasilitas istimewa kepadanya seperti fasilitas pijit refleksi, pesawat pribadi dan lainnya.
Niko juga mengklaim kesaksiannya diatur penyidik dan jaksa KPK. Seluruh tudingan itu disampaikan Niko saat memberikan keterangan di hadapan Pansus Hak Angket KPK pada Selasa (25/7/2017).
Dikonfirmasi soal save house, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menegaskan KPK tidak memiliki rumah sekap, yang ada adalah save house.
Baca: Hampir 4 Bulan Dirawat di Singapura, Biaya Pengobatan Novel Baswedan Ditanggung Negara
"Hal ini beda, antara save house, tempat untuk melindungi saksi dengan rumah sekap. Yang kami miliki itu save house. Kami bisa mempertanggung jawabkan itu karena memang saat menempatkan saksi di save house, KPK sedang menjalankan kewajiban melindungi saksi," tutur Febri, Rabu (9/8/2017).
Lagi-lagi Febri meminta semua pihak bisa membedakan antara save house dengan rumah sekap. Febri juga berharap istilah rumah sekap diklarifikasi.
Baca: Makam MA, Korban Aksi Pembakaran Massa di Bekasi Akan Dibongkar
"Istilah rumah sekap itu keliru, keliru yang belum diklarifikasi," tambah Febri.