Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak seluruh eksepsi penasihat hukum terdakwa Miryam S Haryani.
"Mengadili, menolak keberatan tim penasehat hukum Miryam S Haryani untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim, Franky Tumbuwun, saat membacaan putusan sela, Senin (7/8/2017).
Miryam S Haryani adalah terdakwa memberikan keterangan tidak benar pada persidangan korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 untuk terdakwa Irman dan Sugiharto.
Mejelis hakim menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi tanggal 3 Juli 2017 telah memenuhi syarat formal dan material.
Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP dan sah menurut hukum.
Majelis hakim mengatakan surat dakwaan tersebut dapat diterima sebagai dasar hukum pemeriksaan perkara terdakwa Miryam.
"Menyatakan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara atas nama Miryam S Haryani," kata Franky.
Setelah itu, majelis hakim menetapkan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Miryam S Haryani dengan tetap berdasar pada surat dakwaan JPU.
Sebelumnya, penasihat hukum terdakwa mengajukan eksepsi antara lain pengadilan tidak berwenang untuk mengadili karena merupakan kewenangan peradilan umum, dakwaan tidak dapat diterima dan surat dakwaan harus dibatalkan.
Kemudian mengenai perkara terdakwa Irman dan Sugiharto belum berkekuatan hukum tetap dan yang lainnya.
Miryam didakwa Pasal 22 jo Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.(*)