TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian Indonesia memastikan satu keluarga mantan pejabat Batam, Dwi Djoko Wiwoho, ikut dalam rombongan 18 WNI yang kabur dari kelompok militan ISIS di Suriah dan dideportasi melalui Irak, Sabtu (12/8/2017) kemarin.
Dwi Djoko Wiwoho dan keluarganya menghilang sejak kepergian mereka ke Turki pada Agustus 2015 atau dua tahun lalu.
"Pada tanggal 12 Agustus 2017 telah dilakukan penjemputan terhadap 18 (delapan belas) WNI yang melarikan diri dari kelompok militan ISIS di Suriah," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Rikwanto, dalam keterangan tertulis, Minggu (13/8).
Sebanyak 18 WNI berhasil melarikan diri kelompok ISIS di Suriah sejak 10 Juni 2017. Mereka sempat tertangkap kelompok tentara Kurdi dan tertahan di Irak.
Setelah pemerintah Indonesia melakukan komunikasi dengan otoritas terkait, akhirnya 18 WNI teraebut diterbangkan dari Doha, Qatar ke Indonesia dengan pesawat Qatar Airways QR.956 dan tiba di Gate 3 Terminal 2 Bandara Soetta pada Sabtu, pukul 15.45 WIB.
Di antara 18 WNI tersebut adalah satu keluarga mantan Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Badan Pengusahaan (BP) Batam, Dwi Djoko Wiwoho (50 th).
Diberitakan Tribun sebelumnya, Dwi Djoko Wiwoho saat masih aktif sebagai pejabat Batam telah menghilang sejak kepergiannya ke Turki pada Agustus 2015 silam.
Saat itu, Dwi Djoko dikabarkan pergi ke Turki dengan membawa istri dan ketiga putrinya, dan menyeberang ke wilayah konflik Suriah yang merupakan basis kelompok ISIS.
Dan dalam daftar 18 WNI yang dipulangkan dari Suriah ke Indonesia, terdapat nama mantan Direktur PTSP BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho (50); istrinya, Ratna Nirmala; dan ketiga putrinya, yakni Syarafina Nailah (21), Nurshadrina Khairadhania (19), dan Tarisha Aqila Qanita (12).
Rikwanto menambahkan, 18 WNI yang dideportasi tersebut dibawa ke kantor Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Sentul, Bogor, Jawa Barat. Dan telah dilakukan penyerahan 18 WNI deportan tersebut dari Kementerian Luar Negeri kepada Kepala BNPT dan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, untuk dilakukan pemeriksaan.
Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris, mengatakan hingga hari kedua kedatangan di Indonesia, 18 WNI tersebut masih dalam penanganan BNPT dan Densus 88 AT Polri.
"Mereka masih diinterogasi oleh aparat dan masih didata," ujar Irfan, saat dihubungi, Minggu (13/8) sore.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul, juga menyatakan 18 WNI yang diketahui keluar dari Suriah itu tengah dalam penanganan Densus 88 AT Polri.
Selain pemeriksaan kesehatan, 18 WNI tersebut juga diidentifikasi atau profiling latar belakangnya serta dilakukan interogasi mendalam perihal kegiatan mereka di Suriah.
"Memang ada, namun belum ditentukan bahwa mereka eks ISIS. Saat ini mereka sedang dilakukan pemeriksaan kesehatan dan akan dilakukan identifikasi dan interogasi," ujar Martinus.
Menurut Martinus, 18 WNI tersebut akan diserahkan ke pihak Kementerian Sosial jika dari identifikasi dan pemeriksaan tidak ditemukan adanya tindak pidana, termasuk keterkaitan mereka dengan kelompok ISIS.
Dan sebaliknya, mereka akan dilakukan proses hukum jika ditemukan bukti keterkaitan mereka dengan tindak pidana terorisme, termasuk keterkaitan dengan kelompok ISIS.
Pada 10 Agustus 2017, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhamad Iqbal mengatakan, pihaknya telah mendapat kabar mengenai ditangkapnya 17 WNI oleh tentara Kurdi di Kota Raqqa karena diduga bergabung kelompok militan ISIS.
“Betul bahwa memang sudah ada komunikasi antara pihak Indonesia dengan berbagai pihak yang menguasai wilayah Suriah, termasuk dengan Otoritas Kurdi Suriah Utara terkait dengan 17 WNI,” ujar Iqbal.
Ia mengatakan, komunikasi dilakukan untuk mengetahui hasil pemeriksaan. Dan informasi sementara, bahwa belasan WNI tersebut bukan pengikut ISIS.
“Dalam pembicaraan awal kami lebih banyak meminta hasil investigasi mereka terhadap para WNI selama 2 bulan terakhir,” kata Iqbal.
“Kami memperoleh informasi bahwa mereka bukan fighters, mereka berada di Raqqa hanya 40 hari pertama dan sisanya di penjara serta rumah isolasi sampai mereka melarikan diri dengan bantuan pihak ketiga pada tanggal 10 Juni lalu,” jelasnya.
Berikut identitas ke-18 WNI yang lari dari kelompok ISIS tersebut:
1. Lasmiati, Ngawi, 29 Juli 1977
2. Muhammad Saad Al Hafs, Jakarta, 26 Agustus 2014
3. Mutsanna Khalid Ali, Jakarta 26 Januari 2004
4. Difansa Rachmani, Tanjung Redeb, 21 Maret 1986
5. Muhammad Habibi Abdullah, Jakarta 12 Oktober 2011
6. Muhammad Ammar Abdurrahman, Jakarta, 26 Agustus 2014
7. Dwi Djoko Wihoho, Medan, 15 Januari 1967
8. Fauzakatri Djohar Mastedja, Padang, 28 April 1959
9. Febri Ramdhani, Jakarta, 9 Februari 1994
10. Sita Komala, Jakarta, 4 Januari 1961
11. Intan Permanasari Putri, Jakarta, 13 September 1989
12. Sultan Zuffar Kurniaputra, Jakarta, 5 Januari 1999
13. Ratna Nirmala, Jakarta, 9 September 1966
14. Nurshadrika Khaira Dhania, Jakarta, 6 April 1998
15. Heru Kurnia, Jakarta, 12 Juli 1962
16. Tarisha Aqqila Qanita, Batam, 4 Oktober 2004
17. Mohammad Raihan Rafisanjani, Jakarta, 2 Februari 1999
18. Syarafina Nailah, Jakarta, 26 Februari 1996
Sumber: Divisi Humas Polri