TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa mantan hakim konstitusi Patrialis Akbar terungkap membutuhkan dana sejumlah Rp 2 miliar untuk melunasi satu unit Apartemen Casa Grande Residence, Tower Chianti, Jakarta.
Patrialis ingin membeli apartemen tersebut secara tunai keras (hard cash) untuk teman perempuannya Anggita Eka Putri.
Dalam surat tuntutan terhadap Patrialis Akbar yang dibacakan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (14/8/2017), terungkap Patrialis telah membayar 'booking fee' atau tanda jadi sebesar Rp 50 juta menggunakan kartu kredit.
Baca: Selain Dituntut 12,5 Tahun Penjara, Patrialis Akbar Juga Dituntut Uang Pengganti
"Rencananya terdakwa akan melakukan pelunasan atas satu unit apartemen terebut dengan melakukan pembayaran sejumlah Rp 2.150.000.000 pada 3 Februari 2017 secara tunai dengan mata uang asing," kata Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Lie Putra Setiawan.
Apartemen tersebut sebenarnya ditawarkan pada harga Rp 3,4 miliar. Namun setelah nego, harganya turun menjadi Rp 2,2 miliar. Saat pemberian tanda jadi tersebut, Patrialis sempat bertanya apakah bisa menyelesaikan pembayaran menggunakan mata uang asing.
"Harga apartemen nyata mempergunakan mata uang rupiah, oleh karenanya pasti akan jauh lebih mudah dan aman apabila transaksi pembayaran dilakukan dengan cara transfer dari rekening terdakwa mempergunakan mata uang rupiah sebagaimana terdakwa membayar booking fee apartemen dimaksud pada pada membayarnya secara tunai dengan menggunakan mata uang asing," beber Lie.
Selain itu, Patrialis juga memerlukan uang antara Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar untuk membelikan Anggita Eka Putri satu unit rumah di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Maka jika rencana membeli apartemen dan rumah tersebut terealisasi, maka Patrialis membutuhkan uang antara Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar.
Pada kasus tersebut, Patrialis Akbar dituntut pidana penjara 12,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan dan uang pengganti 10.000 dolar AS dan Rp 4.043.195.
Patrialis dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf c no Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Pada kasus ini, Patrialis Akbar bersama-sama dengan Kamaludin didakwa menerima suap 70.000 Dolar Amerika Serikat dan janji Rp 2 miliar dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman dan Ng Fenny. Suap tersebut diduga untuk memengaruhi putusan judicial review uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi.
Basuki Hariman adalah Direktur CV Sumber Laut Perkasa sementara Ng Fenny adalah General Manager PT Imprexindo Pratama. Keduanya memberikan hadiah kepada Patrialis agar uji materi atau judicial review Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dikabulkan.