Soal e-mail kepada Aris, Novel menjelaskan bahwa itu merupakan respons atas ketidaksetujuan wadah pegawai (semacam serikat pekerja) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Surat itu bukan berisi pendapat pribadi Novel, tetapi aspirasi yang ditulis kembali oleh Novel sebagai ketua Wadah Pegawai di KPK.
Isi surat itu tentu tidak bisa saya sampaikan detail di sini, karena tengah dalam proses hukum.
Intinya surat itu berisi penolakan terhadap penyidik senior dari Polri yang akan ditempatkan di KPK.
Saya bertanya kepada Novel, kenapa ia dan wadah pegawai menolak?
Menurut Novel, Aris selalu menghalangi pemeriksaan sejumlah oknum Polri yang tersangkut dalam kasus yang sedang ditangani KPK.
Novel tidak mau menyebutkan kasus apa dan berapa banyak.
Catatan Kompas TV, setidaknya di tahun 2016 ada dua kasus yang diduga melibatkan personel Polri.
Pertama, kasus suap penerimaan anggota Polri di Polda Sumatera Selatan.
Kasus ini berhenti pada proses etik. Oknum perwira menengah yang diduga terlibat diberhentikan dari jabatannya. Unsur pidana kasus ini tidak dilanjutkan.
Kedua adalah kasus suap di Mahkamah Agung (MA). Saat penggeledahan di rumah Sekretaris MA tahun 2016, Nurhadi, ditemukan uang sebesar Rp 1,7 miliar.
Empat ajudan Nurhadi yang menjadi saksi kunci dalam penggeledahan ini sampai sekarang tidak pernah bisa diperiksa oleh KPK.
Tim Aiman di Kompas TV mencoba mewawancarai Aris Budiman untuk mengonfirmasi pernyataan Novel.
Namun Aris menolak. Ia mengatakan, pendapatnya sudah ia sampaikan di depan Pansus KPK.
Sementara juru bicara KPK, Febri Diansyah yang dikonfirmasi tim Aiman, menyatakan belum mendengar pernyataan Novel ini.