TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aparat Amerika Serikat tengah menyelidiki perusahaan aplikasi layanan transportasi, Uber, karena diduga melanggar Undang-undang antikorupsi dengan menyuap polisi Indonesia.
Terkait itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengatakan bahwa dirinya baru mendengar kabar tersebut.
"Saya baru dengar juga itu. Tadi sekilas saya baca di media sosial ada," kata Rikwanto di Jakarta, Rabu (20/20/2017).
Meski demikian, kata Rikwanto, pihaknya akan tetap mendalami kebenaran kabar suap Uber kepada polisi di Indonesia itu.
"Seperti apa, kami belum tahu. Tapi tetap kita akan dalami apa itu dan arahnya kepada siapa. Kami penyelidikan dulu apa yang dimaksud dalam berita itu," ujarnya.
Rikwanto pun menegaskan bahwa dirinya tak bisa memberikan penjelasan lebih detil karena kabar dugaan suap tersebut baru akan didalami.
"Kalau informasi belum lengkap dan dalam, kita belum bisa menyimpulkan. Kita masih mencoba mencari tahu," tutup dia.
Baca: Aparat Berwenang Amerika Serikat Selidiki Uber yang Diduga Suap Polisi Indonesia
Sebagaimana dilaporkan Bloomberg, yang dikutip Kompas.com dari BBC Indonesia, Departemen Kehakiman AS menyoroti pembayaran tak lazim yang dilakukan Uber tahun lalu.
Disebutkan bahwa kepolisian Indonesia menjelaskan kepada Uber bahwa kantor mereka di Jakarta terletak di wilayah yang seharusnya tidak diperbolehkan untuk membuka usaha.
Sumber Bloomberg mengungkap seorang karyawan Uber kemudian beberapa kali mengirim uang kepada polisi agar Uber dapat terus beroperasi di kantor tersebut. Transaksi itu muncul dalam laporan pengeluaran dengan menyebut rincian pembayaran kepada aparat.
Belakangan, menurut sumber Bloomberg, Uber memecat karyawan itu.
Adapun Alan Jiang, selaku Direktur Bisnis Uber di Indonesia yang menyetujui laporan pengeluaran itu, cuti dan kemudian mengundurkan diri dari Uber. Jiang menolak berkomentar mengenai kasus ini.
Kepada BBC Indonesia, pihak Uber Indonesia berjanji akan segera merilis keterangan. Kasus tersebut lantas diketahui sedikitnya seorang anggota senior divisi hukum Uber, namun awalnya dia memutuskan tidak melaporkan kasus ini kepada aparat Amerika Serikat.