TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan aplikasi layanan transportasi Uber kini sedang dirundung masalah.
Mabes Polri dikabarkan akan menyelidiki dugaan suap perusahaan asal San Fransisco, Amerika Serikat tersebut kepada polisi.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan pendalaman mengenai kabar tersebut.
"Seperti apa, kami belum tahu. Tapi tetap kita akan dalami apa itu dan arahnya kepada siapa. Kami penyelidikan dulu apa yang dimaksud dalam berita itu," ujar Rikwanto.
Baca: Dicopot dari Pansus Angket KPK, Begini Reaksi Masinton
Desas-desus mengenai kabar tak sedap yang menimpa Uber tersebut awalnya dikabarkan oleh Bloomberg, bahwa Departemen Kehakiman Amerika Serikat saat ini sedang menyoroti adanya pembayaran tidak lazim yang dilakukan Uber pada tahun 2016 lalu.
Disebutkan bahwa kepolisian Indonesia menjelaskan kepada Uber bahwa kantor mereka di Jakarta terletak di wilayah yang seharusnya tidak diperbolehkan untuk membuka usaha.
Sumber Bloomberg mengungkap seorang karyawan Uber kemudian beberapa kali mengirim uang kepada polisi agar Uber dapat terus beroperasi di kantor tersebut. Transaksi itu muncul dalam laporan pengeluaran dengan menyebut rincian pembayaran kepada aparat.
Belakangan, menurut sumber Bloomberg, Uber memecat karyawan itu. Adapun Alan Jiang, selaku Direktur Bisnis Uber di Indonesia yang menyetujui laporan pengeluaran itu, cuti dan kemudian mengundurkan diri dari Uber. Jiang menolak berkomentar mengenai kasus ini.
Pihak Uber Indonesia berjanji akan segera merilis keterangan. Kasus tersebut lantas diketahui sedikitnya seorang anggota senior divisi hukum Uber, namun awalnya dia memutuskan tidak melaporkan kasus ini kepada aparat Amerika Serikat.
Baru setelah Departemen Kehakiman AS mengonfrontasi Uber mengenai dugaan pelanggaran Undang-Undang Tindak Korupsi di Luar Negeri (Foreign Corrupt Practices Act), Uber memaparkan apa yang terjadi di Indonesia. Sumber kantor berita Reuters mengatakan bahwa laporan yang dibuat Bloomberg benar adanya.
Uber mengaku tengah bekerja sama dengan para penyelidik, namun menolak berkomentar lebih lanjut. Wyn Hornbuckle, Juru Bicara Departemen Kehakiman AS, menolak berkomentar.
Namun, pada Agustus lalu, perusahaan yang berbasis di San Francisco itu mengaku tengah bekerja sama dalam penyelidikan awal Departemen Kehakiman AS mengenai penyuapan pejabat asing.
Penyelidikan aparat AS terhadap Uber tak hanya terbatas di Indonesia. Uber juga diselidiki atas dugaan memberi 'uang pelicin' kepada pejabat Malaysia. Pada 2016, dana pensiun Malaysia atau Kumpulan Wang Persaraan menanamkan 30 juta dollar AS (Rp 398 miliar) di Uber.
Kurang dari setahun kemudian, pemerintah Malaysia meloloskan aturan soal transportasi online. Bisnis Uber di China dan Korea Selatan pun turut diselidiki atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Tindak Korupsi di Luar Negeri.(BBC/Bloomberg/fah/wly)