TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa waktu lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari sebagai tersangka.
Bupati Rita ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus berbeda yakni tersangka penerimaan gratifikasi dan dugaan suap atas izin perkebunan inti dan plasma perkebunan sawit dan sejumlah proyek di Pemkab Kukar.
Selain Bupati Rita, KPK juga menjerat Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi sebagai tersangka dugaan suap dalam proses perizinan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Transmart di Cilegon.
Keduanya sama-sama menjabat sebagai kepala daerah selama dua periode menggantikan jabatan ayahnya masing-masing.
Rita merupakan putri dari mantan Bupati Kukar alm Syaukani Hasan Rais sementara Iman adalah putra dari mantan Wali Kota Cilegon Tubagus Aat Syafaat.
Baca: Bupati Kukar Rita Widyasari Diduga Terima Suap Rp 6 Miliar
Mereka sama-sama meneruskan jabatan keluarganya, perilaku korup Rita dan Iman alhasil menambah daftar panjang kasus korupsi di daerah yang roda pemerintahannya dikuasai oleh dinasti politik.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan bersuara atas hal ini.
Menurut Basaria, ada beberapa faktor yang membuat praktik korupsi melekat dalam dinasti kekuasaan, diantaranya melindungi sesuatu yang dinikmati oleh kepala daerah sebelumnya dalam hal ini ayah atau anggota keluarga lain.
"Kemungkin ada sesuatu yang harus dinikmati atau dilindungi oleh yang bersangkutan," terang Basaria, Selasa (3/10/2017).
Basaria menjelaskan KPK bukan kali ini saja membongkar tindakan korupsi di kukar dan Cilegon.
Sebelumnya, KPK pernah mencatat nama ayah dari kedua orang itu sebagai tersangka di KPK.
Syaukani ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi sejumlah proyek di Pemkab Kukar.
Di antaranya pembebasan lahan Bandara Loa Kulu, penyalahgunaan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas) dan penyalahgunaan dana studi kelayakan Bandara Kutai dan lainnya.
Atas perbuatannya, Syaukani divonis bersalah dan dihukum dua tahun enam bulan penjara.
Sedangkan, Aat Syafaat ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan dermaga trestle Kubangsari di Cilegon pada 2012.
Dalam amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Aat Syafaat terbukti merekayasa pemenang lelang dan menggelembungkan harga pembangunan dermaga hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp11,5 miliar. Aat Syafaat divonis 3 tahun enam bulan penjara.
"Ke depan dalam pemilihan para kepala daerah kalau ada dinasti politik seperti ini akan menjadi atensi KPK," tegas Basaria.
Basaria menambahkan beberapa kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dari dinasti politik yang telah ditangnai KPK yakni Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah; Wali Kota Cimahi Atty Suharti Tochija; mantan Ketua DPRD Bangkalan dan mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin.