TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan RI Rochmadi Saptogiri menerima satu unit mobil Honda Odissey Prestige.
Mobil berwarna white orchid pearl itu diterima dari Kepala Sub Auditorat Keuangan Negara Ali Sadli.
JPU pada KPK, Zainal Abidin mengatakan patut diduga perolehan itu merupakan hasil tindak pidana yang dilakukan Ali Sadli dalam jabatannya sebagai Kepala Sub Auditorat III.B.2 Auditor Utama Keuangan III BPK RI.
"Pada sekitar April dua ribu tujuh belas, terdakwa meminta mobil Honda Odissey ke Ali Sadli," kata Zainal Abidin saat membacakan surat dakwaan Rochmadi Saptogiri di Pengdilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (18/10/2017).
Ali Sadli kemudian menghubungi temannya Andrijanto yang bekerja di bengkel mobil.
Andrijanto kemudian menginformasikan mobil tersebut ada di dealer PT Handi Jaya Sukatama atau Honda Sunter seharga Rp 700 juta.
Baca: Fahri Sebut Beda Pendapat Presiden dan Wapres Ibarat Manajemen Pasar Kelontong
Untuk keperluan identitas kenderaan, Rochmadi memberikan identitas berupa KTP dan NPWP atas nama Andhika Haryanto.
Ali Sadli kemudian membayar satu unit mobil Honda All New Odissey RC17 - E 2.4 CVT Prestige warna white orchid pearl tahun 2017.
Pembayaran dilakukan secara transfer melalui Yudi Ayodya Baruna dan M Natsir yang dilakukan secara bertahap sebanyak enam kali. Setelah pelunasan pada tanggal 20 Mei 2017, mobil itu dikirim ke rumah Ali Sadli di Kompleks Kebayoran Symphoni, Kota Tangerang Selatan dan diterima Wuryanti Yustianti, istri Ali.
"Ali Sadli kemudian menyuruh Yatino untuk mengantar mobil tersebut ke rumah terdakwa yang selanjutnya diterima langsung oleh terdakwa," kata Zaina Abidin.
Ali Sadli ditangkap KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan pada 26 Mei 2017 selanjutnya Rochmadi memerintahkan agar mobil tersebut dibawa dan disimpan di PT Handi Jaya Sukatama.
Menurut jaksa, Rochmadi mengetahui atau patut menduga bahwa penerimaan mobil itu berasal dari asa usul perolehan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah dari hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan Ali Sadli.
Atas perbuatannya, Rochmadi didakwa Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Pasal tersebut berbunyi 'Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Pasal itu mengatur mengenai kegiatan pasif berupa perbuatan menerima atau menguasai pentransferan harta kekayaan hasil tindak pidana.