TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengaku kehabisan kata-kata mengenai tingkah polah Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman.
Mantan Polwan ini juga mengaku tidak habis pikir dengan kelakuan Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman yang pernah lolos dari penetapkan tersangka KPK karena menang praperadilan.
Taufiqurragman lantas nekat menerima suap terkait jual beli jabatan.
"Kami juga bingung, ini namanya nekat banget. Baru jadi tersangka, lalu praperadilan menang, masih nekat juga. Kami juga bingung, soal kenapa dia begitu, mungkin bisa ditanyakan langsung," papar Basaria, Kamis (26/10/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca: Polisi Akan Periksa Pemilik Pabrik Petasan Setelah Pulang dari Malaysia
Lebih lanjut, ketika ditanya mengenai pesan Presiden Jokowi agar tidak melakukan korupsi bahkan hingga diundang ke Istana, Basaria menilai Bupati Nganjuk telah melakukan kesalahan.
"Kalau ditanya siapa yang salah, yang pasti tersangka yang salah. Tidak mungkin presiden yang salah. Sudah diingatkan nekat banget gitu loh," tutur Basaria.
Diketahui ‎setelah dilakukan OTT, Taufiqurrahman ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap sebesar Rp 298 juta terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
Taufiq ditangkap seusai menerima uang di salah satu hotel di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat selang satu hari diundang Presiden Jokowi ke istana.
Taufiqurrahman sebelumnya sempat lolos dari jerat hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi lima proyek pembangunan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, pada tahun 2009.
Baca: Cerita Karyawan Selamatkan Diri dari Kebakaran Pabrik Petasan
Atas penetapan tersangkanya itu, Taufiqurrahman mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Hasilnya pada 6 Maret 2017, hakim tunggal PN Jaksel menerima sebagian permohonan praperadilan Taufiqurrahman yang saat itu sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka.
Hakim PN Jaksel mendasarkan pertimbangannya pada Surat Keputusan Bersama (SKB) antara kepolisian, kejaksaan, dan KPK yang ditandatangani pada 29 Maret 2012, dalam menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Taufiqurrahman.
Dalam SKB tersebut disebutkan bahwa apabila dua instansi atau lembaga menangani perkara yang sama, maka dikembalikan kepada instansi atau lembaga awal yang melakukan penyelidikan awal. Mengacu SKB ini, maka seharusnya perkara yang menyeret Taufiq dikembalikan ke Kejaksaan Agung.
Pada 13 September 2017, pimpinan KPK melimpahkan sejumlah berkas perkara ke Kejaksaan Agung, salah satunya yaitu perkara Taufiqurrahman.