TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan dugaan kasus korupsi proyek terhadap terdakwa Gubernur Bengkulu non-aktif Ridwan Mukti dan istrinya Lilly Martiani Maddara berlangsung hari ini, Kamis (2/11/2017).
Pada sidang itu hadir pula mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD.
Mahfud yang memakai jas krem dengan kemeja putih ini nampak duduk di bangku pengunjung sidang.
Setelah selesai sesi pertanyaan hakim kepada para saksi, sidang dijeda untuk sholat Dhuhur.
Mahfud pun bertemu dengan Ridwan di musholla pengadilan negeri di bagian belakang. Keduanya saling berpelukan dan menyapa.
Baca: Ditjen Imigrasi Bertindak Jika Temukan Pelanggaran 104 Tenaga Asing di Alexis
"Saya datang ke sini untuk memberi dukungan moril kepada Pak Ridwan, beliau orang baik kebetulan sedang terkena kasus ini. Ridwan Mukti itu adik saya, sahabat saya, junior saya," kata Mahfud di Pengadilan Negeri Tipikor Kelas I A, Bengkulu.
Mahfud juga pernah mengunjungi Ridwan di Rutan Guntur KPK di Jakarta beberapa bulan lalu.
Ditanya tentang kasus yang dihadapi sahabatnya, Mahfud mengaku tak ikut campur sama sekali.
Dia menyerahkan semuanya kepada proses pengadilan dan berharap pengadilan memutuskan sesuai fakta-fakta persidangan yang ada.
Selain mendukung secara moril kepada Ridwan, Mahfud juga mendukung secara moril kepada Pengadilan agar bisa memutus dengan sebaik-baiknya.
Baca: Ditjen Imigrasi Tegaskan Alexis Wajib Pulangkan 104 Tenaga Kerja Asing
"Kepada Pak Ridwan harus tabah dan sportif. Dan selama ini beliau kan tidak berbelit-belit dan sportif. Itu sikap yang saya senang. Kepada Pengadilan, gak perlu takut memutus apapun sesuai fakta. Buktikan di pengadilan saja, yang penting pengadilannya fair. Substansi persidangan saya gak tahu. Saya tidak tahu dakwaannya pada sidang sebelumnya. Saya tidak akan intervensi soal kasus korupsinya. Kita serahkan saja ke proses pengadilan dan hakimnya," terangnya.
Mahfud bercerita, dia kerap menghadiri sidang kasus apapun yang dijalani sahabat-sahabatnya.
"Saya Pak Dahlan datang sidang waktu didakwa korupsi, Pak Rohmin Dahuri, Pak Bachtiar Chamsah juga. Kan semuanya sahabat saya. Hukum tetap hukum, sahabat ya sahabat," tandasnya.
Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) PHI/Tipikor Kelas IA Bengkulu diketuai hakim Admiral SH, MH, didampingi hakim Agussalim, SH, MH dan Gabriel Siallagan.
Sidang ini menghadirkan tujuh orang saksi yakni Kepala Perwakilan PT Statitka Mitrasarana Bengkulu Jhoni Wijaya, Dirut PT Statitka Mitrasarana Soewinto, Haris Taupan Mantan karyawan PT Rico Putra Selatan, Syahrul Anwar Mantan Supir Rico Dian Sari , Rico Madari Direktur PT Wahana Arta Perkasa yang juga adik kandung Lilly, Haryono Mantan Ajudan Gubernur dan Rian Hidayat Mantan PNS Gubernur Ajudan. Tujuh saksi yang dihadirkan ini berkaitan dengan kronologis penyerahan uang hinggaa OTT KPK.
Penasehat Hukum Ridwan, Maqdir Ismail, menyebut, saksi-saki yang hadir justru melemahkan dakwaan terhadap Ridwan dan menjelaskan posisi Ridwan Mukti korban kebohongan dan fitnah.
"Seperti sidang minggu lalu, banyak dibantah klien saya dari pernyataan Kuntadi. Bahkan dalam sidang itu terungkap jika pernyataan saksi Kuntadi bukanlah fakta, akan tetapi pendapat dari saksi itu sendiri. Termasuk sidang hari ini, 7 saksi dihadirkan dan tidak ada yang menguatkan jika pak Ridwan Mukti meminta uang fee 10 persen atau Rp 1 miliar dari saksi Jhoni Wijaya. Pak Ridwan korban fitnah," tegasnya.
Baca: Ini 5 Fakta Penangkapan Penyebar Meme Setya Novanto, Motif Sampai Ancaman Hukuman
Melalui fakta sidang hari ini, Maqdir menilai, terkesan penyidik KPK terburu-buru menetapkan Ridwan Mukti sebagai tersangka yang dituangkan dalam dakwaan.
"Saya lihat diperkara ini, semakin jelas jika pak Ridwan Mukti bukanlah penerima suap. Saat OTT, Ridwan Mukti tidak ada di TKP. Dia ditahan ketika menjenguk Ibu Lily ke Polda Bengkulu.
Dia tidak terlibat sama sekali dalam perkara ini," tandas Maqdir.
Terpisah Ketua Tim JPU KPK Haerudin menegaskan, tetap pada dakwaan.
Perkara OTT terhadap terdakwa Lily Martiani Maddari, jelas-jelas sasarannya untuk Gubernur Nonaktif Ridwan Mukti.
"Logikanya, uang Rp 1 miliar dari Jhoni tidak akan diberikan, jika saja ibu Lily bukan istri Gubernur. Terus Gubernur ada dalam rangkaian dan pusara uang itu. Gubernur yang terlibat dalam beberapa pertemuan, dan Gubernur memanggil Jhoni Wijaya. Fakta sidang terang uang Rp 1 miliar itu tujuannya ke Gubernur, dititip melalui Rico Dian Sari dan diberikan kepada istri Gubernur," terangnya.
Sementara Ajudan Gubernur, Haryono dalam kesaksiannya, saat OTT, Ridwan tengah rapat di Kantor Pemprov dan tidak ada di TKP OTT yang berada di rumah dinasnya, di Jalah Hibrida, Kota Bengkulu.
"Saya mendampingi Pak Ridwan. Kami sedang rapat di Pemprov. Kalau tidak salah soal tindak lanjut ekspose proyek strategis nasional. Rapat dengan Bupati Bengkulu Utara. Saya diberi tahu Bu Lilly ketangkep KPK. Waktu itu saya panik, saya bisikan ke Pak Gubernur yang sedang rapat, bilang di rumah ada KPK. Bapak bilang Kenapa ada KPK? Saya diminta lapor ke Sekda menyampaikan untuk Sekda meneruskan rapat," terangnya.