TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli audit kerugian negara Dian Puji Simatupang menyatakan KPK prematur dalam menetapkan status tersangka, terhadap Direktur PT Dirgantara Jaya Mandir, Irfan Kurnia Saleh, dalam kasus dugaan korupsi helikopter AW 101.
Pernyataan itu disampaikan Dian saat menjadi saksi ahli dalam sidang praperadilan helikopter AW 101, yang diajukan tim kuasa hukum permohon Irfan.
Baca: Pejalan Kaki Penyebab Kemacetan, Gubernur Anies Sebut Pernyataan Sandi Hasil Riset
Menuruntya, KPK seharusnya mendapatkan dulu laporan hasil pemeriksaan dan BPK atau BPKP., karena dugaan kerugian keuangan negara harus diperkua dengan barang bukti laporan pemeriksaan BPK atau BPKP.
“Penetapan tersangka dugaan kerugian keuangan negara, harus diperkuat barang bukti berupa laporan hasil pemeriksaan BPK atau BPKP. Tidak bisa dalam bentuk surat atau pernyataan tertulis. Harus dalam format dan standar yang jelas,” tutur Dian yang juga pakar keuangan negara Universitas Indonesia (UI) ini, saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (7/11).
Sementara saksi ahli kedua yang diajukan kuasa hukum pemohon, yaitu ahli hukum pidana Choirul Huda mengatakan, terkait peradilan koneksitas militer dan sipil, KPK tidak berwenang menetapkan tersangka.
Penetapan tersangka menjadi kewenangan tim koneksitas.
“Berdasarkan KUHAP, KPK hanya berhak mengumpulkan data terhadap pelanggaran saja, atau melakukan penyidikan. Hasil penyelidikan dan penyidikan dari POM TNI tidak bisa digunakan oleh KPK sebagai data dalam peradilan koneksitas,” kata Choirul Huda.
Chairul juga menjelaskan, seseorang bisa ditetapkan menjadi tersangka kalau sudah terkumpul bukti. Proses tersebut diawali dengan pengumpulan bukti, setelah bukti-bukti terkumpul semua maka itu menurutnya, menjadi akhir penyidikan dan awal penetapan tersangka.
Terhadap pertanyaan dari tim Biro Hukum KPK tentang bukti permulaan yang ditemukan, apakah memungkinkan bisa ditetapkan tersangka.
Chairul pun menjawab dengan tegas. “Boleh dalam pikiran, tapi tidak boleh dalam action. Kalau di awal dijadikan tersangka, apa buktinya? ” tandasnya
Menanggapi itu, anggota Tim Biro Hukum KPK, Efi Laila mengatakan KPK tetap mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa yang berhak menghitung kerugian negara bukan hanya BPK.
“Kami sudah berkoordinasi dengan BPK untuk menghitung kerugian negara pengadaan Heli AW 101. Saat ini masih menunggu hasil audit investigasi,” kata Efi.
Sementara itu, sebelumnya saat persidangan, terjadi perdebatan antara kuasa hukum pemohon dan pihak termohon KPK.
Saat salah satu tim Biro Hukum KPK , Mia Suryani, melontarkan pertanyaan kepada saksi ahli terkait apakah harus ada tertulis nama dalam sprindik yang dikeluarkan KPK. Mendengar itu, kuasa hukum pemohon, Makdir Ismail, langsung menyanggah pertanyaan tersebut.
“Majelis hakim, seharusnya pertanyaan itu ditanyakan ke saksi fakta bukan ahli. Hari ini yang kami hadirkan adalah saksi ahli, bukan saksi fakta, sehingga pertanyaan itu tidak tepat dipertanyakan,” kata Makdir Ismail, saat persidangan.