TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak eksepsi atau keberatan yang dilayangkan tim penasihat hukum terdakwa Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Rochmadi Saptogiri.
"Mengadili menyatakan keberataan dari penasihat hukum Rochmadi tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua Ibnu Basuki Widodo saat membacakan putusan sela, Jakarta, Kamis (9/11/2017).
Berdasarkan putusan tersebut, majelis hakim memerintahkan agar Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melanjutkan pemeriksaan perkara.
Terkait keberatan pemidanaan tindak pidana pencucian uang, Rochmadi keberatan disebabkan dalam dakwaan jaksa penuntut umum tidak menguraikan tindak pidana asal.
Menurut majelis hakim, TPPU yang merupakan tindak pidana lanjutan. yang merupakan sebagai sebuah upaya menghilangkan jejak sedemikian rupa sehingga tidak diketahui tindak pidana yang menghasilkan uang dan kekayaan.
Baca: Generasi Zaman Now Perlu Belajar dan Meneladani Gus Dur
"Tidak mungkin ada TPPU kalau tidak ada tindak pidana asal. Bahwa TPPU tidak perlu menunggu hasil perkara harus selesai," kata hakim.
Sekadar informasi, pada dakwaan pertama, Rochmadi Saptogiri didakwa bersama-sama Kepala Sub Auditorat Keuangan Negara Ali Sadli didakwa menerima hadiah atau janji yakni berupa uang dari Sugito selaku Inspektur Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebesar Rp 240 juta.
Pada dakwaan kedua Rochmadi menerima gratifikasi berupa uang Rp 3.500.000.000.
Pada dakwaan ketiga, Rochmadi telah membelanjakan kekayaan berupa uang Rp 3,5 miliar yakni membeli aset berupa tanah seluas 329 meter persegi di Kebayoran Essence, Bintaro, Tangerang dari PT Jaya Real Property seharga Rp 3,5 miliar.
Sementara pada dakwaan keempat Rochmadi Saptogiri menerima satu unit mobil Honda Odissey Prestige yang diterima dari Kepala Sub Auditorat Keuangan Negara Ali Sadli.