TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim menghukum anggota DPR RI Miryam S Haryani dengan lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan, dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11/2017).
Politikus Partai Hanura itu dinilai terbukti memberikan keterangan palsu alias berbohong saat bersaksi dalam sidang perkara korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, pada 23 Maret 2017 lalu.
"Mengadili, menyatakan bahwa terdakwa Miryam S Haryani telah terbukti secara sah dam meyakinkan melakukan tindak pidana dengan secara sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam perkara tindak pidana korupsi," ujar ketua majelis hakim, Franky Tambuwun, saat membacakan amar putusan.
Majelis menyatakan Miryam terbukti melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Miryam dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar saat bersaksi dalam sidang bersaksi dalam sidang perkara korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 23 Maret 2017 lalu.
Miryam dianggap dengan sengaja mencabut semua keterangan yang pernah ia berikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Baca: Senyum Miryam Berubah Seketika Kala Hakim Memvonisnya 5 Tahun Penjara
Salah satunya, terkait penerimaan uang dari mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sugiharto.
Padahal, Miryam tidak mendapat tekanan dan ancaman saat diperiksa oleh tiga penyidik di kantor KPK pada tanggal 1, 7, dan 14 Desember 2016 serta 24 Januari 2017.
Ketiga penyidik yang dimaksud adalah Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan Irwan Susanto.
Pengakuan Miryam bahwa ditekan oleh penyidik KPK saat menjalani pemeriksaan berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan tiga penyidik saat dihadirkan di persidangan.
Sebab, menurut para penyidik, saat dilakukan pemeriksaan, Miryam diberikan kesempatan beristirahat dan makan siang.
Selain itu, selama empat kali pemeriksaan, Miryam selali diberikan kesempatan membaca, memeriksa dan mengoreksi BAP sebelum ditandatangani.
Keyakinan hakim bahwa Miryam tidak mendapat ancaman atau tekanan dari penyidik juga diperkuat oleh laporan dan keterangan para ahli yang dihadirkan jaksa.