Agung Danil menduga, nama-nama itu adalah teman masa kecilnya.
Kadang nama Ngurah Rai pun disebutnya.
Di antara anggota keluarga yang masih hidup, hanya nama putra bungsunya yang diingat, I Gusti Ngurah Alit Yudha.
“Ada satu momen yang sangat mengena di hati saya. Agustus lalu, saat perayaan Hari Kemerdekaan, tim PKK Kota Denpasar membesuk niang. Waktu itu saya bicara pada niang kalau saya adalah cucunya, anak dari Alit Yudha. Tiba-tiba niang berkata pada tim PKK yang datang membesuk sambil menunjuk saya: nika cucu tyang, ganteng nggih. Momen itu benar-benar berarti,” kenang Agung Danil.
Sekitar Kamis (7/12/2017) Desak Putu Kari mulai enggan makan.
Karena kondisinya semakin melemah, pukul 14.00 Wita, keluarga membawanya ke rumah sakit untuk dirawat.
Menurut keterangan dokter waktu itu, ia mengalami kekurangan oksigen.
Setelah mendapat pertolongan, kondisinya kembali pulih.
“Karena kondisinya membaik, saya dan keluarga merasa lega. Tidak ada firasat apapun niang akan berpulang. Namun pada Minggu pagi, sekitar pukul lima dinihari, niang berpulang. Sayangnya waktu itu saya tidak berada di sisi beliau,” ucapnya.
Kini jenazah Desak Putu Rai ditidurkan di kediamannya, terbaring di kamar pribadinya.
Kain batik dan brokat kuning menyelimutinya.
Di meja samping ranjangnya, foto sosoknya terpajang.
Keluarga dan pelayat membesuk secara bergantian, memberikan salam terakhir.
Agung Danil yakin, saat ini niang-nya sudah tenang dan senang betemu kembali dengan kakek kebanggaannya. (Ni Putu Diah paramitha ganeshwari *)