TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Akhirnya jabatan Panglima TNI diserahkan ke Angkatan Udara (AU).
Hal itu terjadi setelah Presiden RI Joko Widodo merekomendasikan Marsekal Hadi Tjahjanto menjadi Panglima TNI.
Hadi Tjahjanto yang sejak 18 Januari 2017 menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), dilantik menjadi orang nomor satu di TNI dan resmi menggantikan Jenderal TNI. Gatot Nurmantyo, pada 8 Desember 2017 lalu.
Pada pekan-pekan pertama ia menjabat sebagai Panglima TNI, Hadi Tjahjanto menyambangi markas-markas TNI yang ada di seputaran Jakarta.
Baca: Sepeda Hadiah Jokowi Jadi Trend 2017, Mulai Santri Sampai Raisa
Mulai dari Markas Kopassus di Cijantung hingga Markas Korps Marinir di Cilandak.
Selain itu, ia juga membina hubungan baik dengan Polri, dengan berkali-kali menggelar acara bersama dengan Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian.
Bahkan Hadi Tjahjanto juga mengajak Kapolri naik pesawat tempur pada Rabu lalu (20/12), bersama dengan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Mulyono, dan Kepala Staf TNI Angkata Laut (KSAL) Ade Supandi.
Baca: 9 Kepala Daerah Berompi Oranye dan Berkantor di KPK Sepanjang 2017, Siapa Saja ?
Hadi Tjahjanto juga menyematkan wing penerbang ke dada Tito Karnavian dan para kepala staf.
Hal tersebut sedikit banyaknya memperbaiki hubungan TNI - Polri yang sempat renggang.
Hubungan TNI - Polri sempat renggang, salah satunya terjadi pada September lalu, setelah Gatot Nurmantyo yang saat itu masih menjabat sebagai Panglima TNI, menyebut Polri membeli senjata secara tidak patut.
Hal tersebut berbuntut pada penahanan 280 pucuk senjata Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 milimeter, berikut 5.932 butir peluru yang dibeli Polri, ditahan di gudang Bandara Soekarno - Hatta oleh Badan Intlijen Strategis (BAIS) TNI.
Sengketa tersebut berakhir setelah digelar pertemuan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, yang juga dihadiri Gatot Nurmantyo dan Tito Karnavian pada 6 Oktober lalu.