Jika mengacu pola tersebut, maka polanya adalah AD, AL, AD, AU dan kembali lagi ke AD.
Setelah Djoko Suyanto, jabatan dikembalikan lagi ke AD dengan penunjukan Jenderal TNI. Djoko Santoso.
Setelahnya jabatan diserahkan ke AL dengan penunjukan Laksamana TNI. Agus Suhartono, lalu dikembalikan lagi ke AD dengan penunjukan Jenderal TNI. Moeldoko.
Setelah Moeldoko seharusnya jabatan Panglima diserahkan ke AU.
Pada 2015 lalu yang digadang-gadang untuk ditunjuk sebagai Panglima TNI, adalah Marsekal TNI Agus Supriatna yang karirnya mendadak melesat.
Ia sebelumnya adalah Jenderal bintang dua TNI AD yang menjabat Wairjen Mabes TNI. Agus Supriatna kemudian dipromosikan menjadi bintang tiga dengan diangkat sebagai Kasum TNI, dan tiga hari setelahnya ia ditunjuk menjadi KSAU.
Namun Joko Widodo atau yang dipanggil Jokowi memiliki pemikiran lain.
Ia justru menunjuk Gatot Nurmantyo. Saat itu sejumlah kritikan dilontarkan atas kebijakan presiden, termasuk dari mantan KSAU, Marsekal TNI (purn) Chappy Hakim.
Jabatan Panglima TNI baru dikembalikan ke TNI AU lebih dari dua tahun setelahnya, dengan penunjukan Hadi Tjahjanto.
Penunjukan Hadi Tjahjanto juga sedikit banyaknya mengurangi institusi TNI ditarik-tarik ke ranah politik praktis.
Pasalnya Hadi Tjahjanto baru akan pensiun setelah Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 digelar.
Dengan demikian kecil kemungkinan ia untuk maju sebagai peserta di Pilpres 2019.
Sementara Gatot Nurmantyo, dijadwalkan pensiun pada Maret 2018, beberapa bulan sebelum pendaftaran peserta Pilpres dibuka.
Ia memang berkali-kali menegaskan akan selalu profesional, serta mengkedepankan kepentingan rakyat.