Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sepanjang 2017, perhatian publik Indonesia tersorot skandal kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP periode 2011-2012.
Sampai akhir tahun, setidaknya sudah enam orang menjadi pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Para pesakitan itu terdiri dari berbagai kalangan mulai dari, pihak eksekutif, legislatif hingga pengusaha.
Pada tahun ini, menjadi momentum penghakiman bagi para penjarah uang negara yang sudah merugikan senilai Rp 2,3 Triliun dari total proyek e-KTP Rp 5,9 Triliun.
Baca: Membaca Calon KSAU Baru
Sejumlah peristiwa-peristiwa besar menarik perhatian masyarakat di tanah air, turut mendampingi perjalanan kasus e-KTP. Nama-nama pejabat negara, anggota DPR RI, kader partai politik, sampai bos-bos perusahan pelat merah dan swasta 'dikuliti'.
Mereka, yaitu mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi di Ditjen Kependudukan dan Pecatatan Sipil, Sugiharto. Lalu, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong; Anggota DPR, Markus Nari; Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiharto Sudihardjo, dan Ketua DPR RI, Setya Novanto. Selain itu, KPK menjerat seorang tersangka pemberian keterangan palsu kasus korupsi e-KTP, Miryam S Haryani. Politikus Hanura itu merupakan Anggota Komisi V DPR yang pernah menjadi Anggota Komisi II DPR.
“Proses pengadaan tidak terjadi sendirinya. Ketika KPK melakukan penyidikan ditemukan persoalansebelum pengadaan terjadi, jadi pengadaan proyek 2011-2012 punya latar belakang yang ternyata ada indikasi persekongkolan di luar proses formal antara berbagai pihak sehingga anggaran disetujui, proyek dijalankan dan pengadaan dilakukan,” tutur Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah.
Kasus korupsi e-KTP berawal dari rencana Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membuat e-KTP. Kemendagri sudah menyiapkan dana sekitar Rp 6 Triliun sejak 2006 untuk dipergunakan membuat proyek e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Selain itu dianggarkan dana sebesar Rp 258 Milyar untuk pemutakhiran data kependudukan dalam rangkapembuatan e-KTP berbasis NIK pada 2010 untuk seluruh kabupaten/kota se-Indonesia. Pada 2011, pengadaan e-KTP ditargetkan untuk 6,7 juta penduduk dan pada 2012 ditargetkan untuk 200 juta penduduk.
Pada pelaksanaan, proyek e-KTP dilakukan konsorsium yang terdiri dari beberapa perusahaan atau pihak terkait. Pada Juni 2011, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengumumkan Konsorsium PT PNRI sebagai pemenang dengan harga 5.841.896.144.993.
Kontrak disepakati pada 1 Juli 2011. Hasil itu diambil berdasarkan surat keputusan Mendagri Nomor: 471.13-476 tahun 2011.Konsorsium ini terdiri dari Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT Sandhipala Arthapura, PT Len Industri (Persero), PT Quadra Solution). Mereka menang setelah mengalahkan PT Astra Graphia yang menawarkan harga Rp6 triliun.
Akhirnya, perekaman e-KTP ditargetkan dilaksanakan mulai 1 Agustus 2011. Namun, karena pengiriman perangkat peralatan e-KTP terlambat, maka jadwal perekaman berubah menjadi 18 Agustus 2011 untuk 197 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Belum sampai perekaman dilakukan di berbagai kabupaten/kota, ada dugaan korupsi di proyek e-KTP.