Namun, menurut Hinca, keduanya dipaksa berpisah.
Jaang, kata Hinca, dipanggil oleh partai politik tertentu sampai delapan kali agar mau menggandeng Kapolda Kaltim, Irjen Pol Safaruddin sebagai wakilnya.
Safaruddin diketahui telah mendaftar sebagai bakal calon gubernur di PDI-P.
"Maka secara etika politik tidak baik kalau sudah berjalan. Kalau tidak, maka akan ada kasus hukum yang akan diangkat," kata Hinca.
"Pada 25 Desember 2017, Syaharie Jaang dapat telepon diminta bertelepon kepada Kapolda dan kemudian dinyatakan apakah dimungkinkan berpasangan lagi untuk bersama, dijawab tidak mungkin karena ada pasangan," lanjut dia.
Ternyata, tak lama setelah penolakan itu, tanggal 26 Desember 2017 Jaang dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri.
Hari berikutnya, tanggal 27 dan 29 Desember 2017 Jaang mendapatkan surat untuk pemeriksaan.
Bukan hanya itu, Rizal yang akan maju sebagai pendamping Jaang pun juga diperiksa di Polda Kaltim terkait kasus dugaan korupsi Rumah Potong Unggas (RPU) di Kilometer 13, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara.
Untuk itu Hinca menegaskan, jika ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang dialami partai dan kadernya terus dibiarkan. Ia khawatir kasus serupa akan kembali terulang pada gelaran Pilkada 2018 di 171 daerah mendatang.
"Kami pun ragu (khawatir) ada lagi, karena akan ada 171 Pilkada," tutur Hinca.
Penulis: Ambaranie Nadia Kemala Movanita
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Penjelasan Irjen Safaruddin Atas Tudingan Demokrat Terkait Pencalonan di Pilkada Kaltim