TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jangan dikira Partai Hanura dibawah pimpinan Ketua Umum Oesman Sapta (OSO) benar-benar tidak diurus oleh Wiranto.
Walaupun Wiranto sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum sejak ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Menkopolhukam.
Demikian dikemukakan Pengamat Politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahudin kepada Tribunnews.com, Kamis (18/1/2018).
Said mengatakan Partai Hanura didirikan dengan susah payah oleh Wiranto.
Melalui partai itu pula beberapa kali Wiranto mencoba mengadu nasib menjadi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.
"Wiranto menanggalkan jabatan Ketua Umum Hanura dulu juga kan karena dipaksa oleh keadaan dan bukan atas kehendaknya sendiri, melainkan karena Presiden melarangnya merangkap jabatan," ujar Said.
Baca: Peneliti LIPI: Presiden Jokowi Biarkan Saja Internal Hanura Selesaikan Sendiri Konfliknya
Jadi selama dipimpin OSO, pada tingkat tertentu Said menilai Wiranto masih tetap memainkan perannya dalam mengendalikan arah dan kebijakan politik Hanura yang dipimpin Ketua DPD RI itu.
"Minimal dia memainkan peran sebagai penyeimbang OSO ditubuh partai," jelasnya.
Nah, menurut dia, munculnya konflik di internal Hanura saat ini menjadi sulit dibayangkan terjadi tanpa ada keterlibatan Wiranto di belakangnya.
Kalaupun tidak berperan sebagai aktor utamanya, kata dia, sekurang-kurangnya diduga Wiranto sudah sejak awal telah memberikan anggukan kepala sebagai tanda restunya pada faksi yang ingin menggoyang OSO.
Dugaan itu, menurutnya, bisa saja muncul karena Wiranto sendiri tidak puas terhadap kepemimpinan OSO.
Atau bisa juga Wiranto merasa agenda politiknya pada Pemilu 2019 berseberangan jalan dengan skenario politik yang dirancang OSO.
Di hadapan publik tegas dia, boleh saja Wiranto dan OSO saling rangkul dan memperlihatkan keakrabannya.
Tetapi di balik itu tidak menutup kemungkinan ada persaingan politik diantara keduanya, terutama dalam relasinya dengan Presiden.
"Wiranto kita kenal dekat dengan Jokowi. Tetapi OSO pun tak kalah dekatnya dengan sang presiden," ucapnya.
Jadi di balik konflik Hanura ini, ia menduga, sepertinya ada semacam aksi saling berebut pengaruh diantara keduanya dalam upaya mengukuhkan posisi tawarnya dihadapan Jokowi.
"Dalam bahasa mudahnya, persaingan politik keduanya tidak bisa dilepaskan dari agenda masing-masing dalam menyusun rancang-bangun politik Hanura pada Pemilu 2019," jelasnya.
Diketahui, hari ini Partai Hanura melakukan Munaslub di Bambu Apus untuk meneguhkan pergantian Oesman Sapta Odang dari Ketua Umum Partai Hanura.
Hal ini berdasarkan mosi tidak percaya yang dilakukan 27 DPD dan 400an DPC di seluruh kabupaten/kota, dimana mereka menilai banyak dugaan pelanggaran yang dilakukan Oso ketika masih menjabat sebagai Ketum Hanura.
Munaslub tersebut dihadiri oleh 27 DPD dan 401 DPC di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Sehingga sudah memenuhi persyaratan 2/3 DPD dan DPC Kabupaten/Kota berdasarkan AD/ART dan peraturan organisasi untuk menggelar Munaslub.(*)