Laporan wartawan Tribunnews.com, Ruth Vania
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Vape mengaku setuju dengan pemerintah soal regulasi penarikan cukai rokok elektrik asalkan tidak dipersulit.
Per 1 Juli nanti, melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan akan memberlakukan cukai rokok elektrik sebesar 57 persen dari harga jual.
Namun, tarif cukai yang dinilai tinggi memicu kritik dari berbagai pihak, terutama asosiasi dan komunitas pengguna vape.
Baca: Dapat Aduan Warga, Sandy Tumiwa Bersama Polisi Gerebek Rumah Tessa Kaunang
Ketua Bidang Legal dan Business Development Asosiasi Personal Vaperizer Indonesia (APVI), Dendy Dwiputra, menyayangkan tarif cukai rokok elektrik yang lebih tinggi daripada yang ditetapkan untuk rokok konvensional.
Menurut Dendy, dari segi kesehatan, vape atau rokok elektrik memiliki risiko bahaya yang jauh lebih rendah ketimbang rokok biasa.
“Pertanyaannya adalah mengapa (tarif cukai untuk) produk yang memiliki risiko (bahaya) lebih rendah tidak lebih rendah dari produk yang jelas tidak lebih baik?” tanya Dendy, Sabtu (27/1/2018), di Jakarta.
“(Rokok elektrik) merupakan sebuah inovasi, meski bukan produk yang ‘risk-free‘ (bebas risiko bahaya). Mengapa tidak didukung saja oleh pemerintah?” lanjutnya.
Baca: Polisi Terus Kejar Jaringan Penyuplai Narkoba ke Jennifer Dunn
Protes yang sama juga disuarakan oleh Helmi Firdaus dari Asosiasi Vapers Indonesia (AVI).
Sebagai seorang konsumen vape sejak 2014, Helmi menuturkan bahwa vape telah menyelamatkan hidupnya dari bahaya besar rokok konvensional.
Karena itu, Helmi tidak setuju jika penggunaan rokok elektrik harus dibebani oleh harga yang semakin mahal akibat tarif cukai yang tinggi.
“Sepakat saja dengan regulasi, asalkan tidak dipersulit. Kami memang ingin ada regulasi yang jelas, tapi bagaimana dengan harganya nanti?,” kata Helmi.
“Padahal, konsumen yang memilih untuk memakai vape. Masyarakat menengah bawah juga sudah mulai sadar ada produk yang ‘risk-free’,” tambahnya.
Helmi mendesak agar pemerintah mendukung penggunaan rokok elektrik, terutama bagi perokok yang ingin lepas dari jeratan bahaya rokok konvensional.
“Meregulasi boleh, tapi jangan sampai melarang. Kami ingin sehat,” tutur Helmi.