TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai wacana mengangkat perwira aktif Polri sebagai penjabat gubernur (Pj Gubernur) akan cenderung menimbulkan kubu-kubuan dalam Pilkada Serentak 2018.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mengatakan akan munculnya anggapan adanya calon dari kubu "pemerintah" dan "non-pemerintah".
Bahkan Titi mengatakan, wacana ini akan kembali memberikan ruang persaingan kubu pro pemerintah dan oposisi dalam Pilkada 2018.
"Ini memicu partai oposisi untuk punya spekulasi dan isunya sendiri. Jadi sangat disayangkan," ujar Titi kepada Tribunnews.com, Kamis (1/2/2018).
Baca: Kata Mendagri, Perlu Tidaknya Penjabat Gubernur dari TNI/Polri Kini Ditangani Wiranto
Dua perwira Polri yang diusulkan adalah Asisten Operasi (Asops) Kapolri, Inspektur Jenderal Pol Mochamad Iriawan yang diproyeksikan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat; dan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Pol Martuani Sormin yang diusulkan sebagai Penjabat Gubernur Sumatera Utara.
Sebelumnya Perludem juga meminta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tidak melanjutkan rencana menunjuk perwira tinggi polisi menjadi penjabat gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara.
"Jika usulan ini tetap dilanjutkan, kami meminta kepada Presiden untuk tidak menyetujui usulan ini," ujar Titi, Sabtu (27/1/2018).
Titi pun mengutip ketentuan di dalam UU No. 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) Pasal 201 Ayat (10) jelas mengatur, "Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur yang kosong diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Nomenklatur jabatan pimpinan tinggi madya ruang lingkupnya di dalam penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Ketentuan ini secara jelas menyebutkan "sekretaris jenderal kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga non-struktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jendral, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wakil presiden, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara".
"Dengan ketentuan ini sesungguhnya sudah jelas, bahwa jika menteri dalam negeri menunjuk selain jabatan yang ada di atas, artinya tidak berkesesuaian dan berpotensi melanggar UU Pilkada itu sendiri," tegasnya.
Pasal 28 Ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian juga secara tegas mengatur "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian."
"Oleh sebab itu, langkah penunjukan anggota polisi aktif jadi penjabat gubernur, juga berpotensi melanggar UU Kepolisian," jelasnya.