"Di kediaman Biksu Mulyanto Nurhalim sering dikunjungi umat Budha dari luar kecamatan Legok terutama pada hari Sabtu dan Minggu untuk memberikan makan kepada Biksu dan minta didoakan," ujar Fadli.
Namun, bukan melaksanakan kegiatan ibadah. Hal ini dapat dimaklumi karena Biksu tidak boleh pegang uang dan beli makanan sendiri.
Warga juga semula sempat memberi tenggang waktu kepada biksu untuk meninggalkan kampung tersebut.
Padahal, katanya, Biksu tersebut adalah warga asli Desa Babat dan sudah memiliki KTP dan memiliki hak tinggal di Desa Babat.
Setelah musyawarah, polisi dan seluruh elemen masyarakat setempat memastikan bahwa rumah Biksu Mulyanto bukan rumah ibadah seperti kecurigaan warga.
Sementara dalam musyawarah itu disepakati agar Mulyanto tidak menyimpan ornamen yang menimbulkan kecurigaan warga.
"Ornamen yang menyerupai kegiatan ibadah umat Budha agar tidak mencolok yang dapat menjadi bahan kecurigaan warga di singkirkan ke dalam rumah agar tidak terlihat seperti patung dan lain-lain," ujarnya.
Fadli memastikan, persoalan tersebut telah selesai. Warga pun meminta maaf atas kesalah pahaman terhadap Mulyanto tersebut.
"Semua menyatakan permasalahan selesai dan saling menyadari kesalahan yang ada kemudian saling memaafkan," ujarnya.