Penerimaan ini berasal dari beberapa sumber seperti para pemohon terkait penerbitan SKKL dan Izin Lingkungan pada Badan Lingkungan Hidup Daerah pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara, penerimaan dari pemohon terkait penerbitan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Ada pula penerimaan secara bertahap dari pihak swasta terkait proyek pembangunan RSUD Parikesit, proyek pembangunan jalan Tabang tahap III Baru Kabupaten Kutai Kartanegara, Proyek pembangunan SMA Negeri Unggulan 3 Tenggarong, Proyek lanjutan Seminisasi Kota Bangun-Liang Ilir.
Proyek Kembang Janggut Kelekat Kabupaten Tenggarong, Proyek Irigasi Jonggon kutai Kartanegara dan Proyek Pembangunan Royal Word Plaza Tenggarong yang jumlahnya bervariasi ratusan hingga miliaran rupiah.
Selain penerimaan itu, Khairudin menerima uang atas penjualan perusahaan PT Gerak Kesatuan Bersama yang diberikan izin pertambangan seluas 2.000 Ha oleh Rita, seluruhnya sebesar Rp 18.900.000.000 dari Juanda Lesmana Lauw padahal modal perusahaan tersebut hanya sebesar Rp 250.000.000.
Uang tersebut diterima secara bertahap sejak tahun 2010 sampai dengan 2011 yang ditranfer ke rekening Bank Mandiri KCP Tenggarong atas Khairudin, sebesar Rp 14.400.000.000 dari rekening PT Tanjung Prima Mining dan Rp 4.500.000.000 rekening PT Hanu Mitra Papua Industri.
"Bahwa terdakwa I (Rita) menerima uang seluruhnya sebesar Rp 469 miliar tidak melaporkan ke KPK sampai dengan batas waktu 30 hari," imbuh jaksa.
Atas perbuatannya, Rita dan Khairudin didakwa melanggar Pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal
55 ayat 1 ke 1 KUHPidana Juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.