TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses hukum kasus dugaan pemalsuan ijazah yang dilakukan calon gubernur Sumatera Utara JR Saragih tetap dilanjutkan oleh pihak Polri.
Namun demikian, Polri membantah pihaknya melakukan tebang pilih dalam melanjutkan suatu kasus calon kepala daerah.
"Saya kira bukan suatu tebang pilih atau pilih kasih, tapi Polri menghormati demokrasi yang esensinya pemilu," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (16/3/2018).
Setyo menjelaskan jika proses hukum JR Saragih harus dilanjutkan lantaran adanya bukti menyangkut dugaan pemalsuan ijazah, yang digunakan untuk mendaftar sebagai kepala daerah.
Ia pun mengatakan kasus yang ditunda yang terkait dengan calon adalah semua kasus yang ditangani Polri.
Baca: JR Saragih Persiapkan Diri dan Dokumen untuk Pemeriksaan Sebagai Tersangka di Polda Sumut
"Kecuali OTT pada saat menggunakan politik uang. Itu tangkap basah atau melakukan suap, itu proses lanjut," kata dia.
"JR Saragih, dia dikenakan pasal 184 UU nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah, yaitu diduga sudah menggunakan surat palsu atau tertanda palsu Disdik DKI Jakarta dalam rangka legalisir fotokopi ijazah SMA-nya," imbuh Setyo.
Lebih lanjut, ditundanya kasus hukum calon kepala daerah yang bermasalah yaitu untuk menjaga esensi demokrasi.
Menurutnya, jika saling melaporkan, nantinya tidak akan ada calon dan tidak ada pemilu. Ia mencontohkan misal ada dua paslon, satu paslon ada kelemahan dan dilaporkan, maka nantinya bila diproses hukum paslon yang tidak dilaporkan hanya melawan kotak kosong.
"Memang itu sudah diatur demokrasi tetapi yang pendukung paslon yang dilaporkan tidak mempunyai kesempatan untuk mengganti, partainya dan pendukungnya harus diberi kesempatan. Ini sudah diberikan diarahkan begitu dan kapolri sudah mengeluarkan surat edaran sebagai pedoman penanganan kasus ini," katanya.