Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI membuka kesempatan semua pihak mendaftarkan sebagai lembaga pengawas pemilihan umum.
Upaya perekrutan itu, merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Ketua Bawaslu RI, Abhan, mengatakan Pemilu 2019 sudah masuk tahapan, sehingga membutuhkan pengawasan dari Bawaslu RI sebagai lembaga resmi.
Namun, karena sumber daya manusia (SDM) terbatas, pihaknya mendorong partisipasi masyarakat ikut serta mengawasi tahapan pemilu.
Pada Selasa (27/3/2018), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), mendaftarkan diri kepada Bawaslu RI.
Baca: Gubernur Wajibkan Ada Instruktur Bahasa Isyarat saat Acara Pemprov DKI
"Hari ini rencana JPPR mendaftarkan diri sebagai pemantau resmi yang melakukan pemantauan berpartisipasi dalam Pemilu 2019," tutur Abhan, ditemui di Kantor Bawaslu RI, Selasa (27/3/2018).
Dia menjelaskan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu membuat norma untuk pendaftaran atau verifikasi terkait badan/lembaga pemantau di Bawaslu. Lalu, Bawaslu mengakreditasi apakah sah sebagai lembaga pemantau atau tidak.
Menurut dia, Bawaslu RI diberikan kewenangan memverifikasi lembaga pemantau.
"Hal baru di pemilu, sebelumnya akreditasi pemantau ada di KPU," kata dia.
Untuk itu, dia mendorong Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsentrasi di dalam pemilu terlibat melalui mekanisme lembaga pemantau dan segera bisa mendaftarkan diri ke Bawaslu RI.
Sehingga, adanya keterlibatan sejumlah lembaga membuat kualitas pemilu meningkat. Dia menyadari banyak hal yang bisa dilakukan lembaga pemantau.
"Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, banyak memberi ruang Bawaslu untuk peran dan fungsi adjudikasi. Harapan kami, kalau hari ini baru JPPR yang mendaftarkan diri untuk memantau, harapan kami diikuti lembaga pemantau lainnya," tambahnya.