TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengatakan Satgas 115 berhasil menghentikan, memeriksa dan menahan (Henrikhan) Kapal ikan buronan bernama STS-50 pada Jumat (6/4/2018) pukul 17:30 WIB.
"Kapal ini dihentikan sekitar 60 mil dari sisi Tenggara Pulau Weh," ungkap Susi di Rumahnya, Jakarta Satan, Sabtu (7/4/2018).
Kapal ini tidak memiliki bendera kebangsaan namun membawa delapan bendera yaitu, Sierra Leone, Togo, Kamboja, Korea Selatan, Jepang, Mikronesia, Filipina dan Namibia.
Baca: Seorang Gadis Dipaksa untuk Melihat Pacarnya Ditusuk hingga Tewas sebelum Ia Turut Dibunuh
Dari informasi, bendera terakhir yang dipakai adalah bendera Togo, namun pemerintah Togo tidak mengakui identitas kapal tersebut, justru membawa Nahkoda ke pengadilan dengan tuduhan pemalsuan dokumen.
"Pemalsuan dokumen kebangsaan ini dilakukan untuk menghindari pengawasan dan penegakan hukum," ungkap Susi.
Dalam kapal terdapat total crew 20 orang yang terdiri dari 14 Warga Negara Indonesia (WNI) dan enam warga Rusia.
"WNI tersebut tidak memiliki dokumen perjalanan antar negara atau paspor sehingga terdeteksi merupakan korban perdagangan manusia," katanya.
Di dalam kapal ditemukan barang bukti sebanyak 600 alat tangkap gillnet dengan panjang 50 meter per buah, sehingga total 30 kilometer dan jenis ikan yang menjadi target penangkapan adalah Antartic Toothfish.
"Ikan itu seharusnya hanya bisa ditangkan oleh kapal berbendera Convention for The Conservation of Antartic Marine Living Resources (CCAMLR) dan harus memiliki izin penangkapan di kawasan tersebut," paparnya.
Tim gabungan TNI AL, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan penyidik Polri segera melakukan investigasi untuk mengkonstruksikan tindak pidana yang dilakukan.
Selain itu, pemerintah Indonesia bersama dengan pemerintah Tiongkok, Togo, Mozambik dan Interpol sampai saat ini sedang menindaklanjuti dugaan transnational organized fisheries crime. (M16)