TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kubu Tim Penasihat Hukum Setya Novanto memasukan pernyataan Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Brigjen Aris Budiman dalam nota pembelaan atau pledoi yang dibaca dalam persidangan kasus korupsi e-KTP, Jumat (13/4/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam nota pembelaanya, kuasa hukum Setya Novanto menyoroti pernyataan Aris Budiman soal tidak pernahnya penyidik KPK memeriksa Johannes Marliem di pengusutan proyek e-KTP.
Padahal sebelumnya, Jaksa memasukkan rekaman Johannes Marliem sebagai bukti untuk mengusut Setya Novanto.
Baca: Brigjend Pol Aris Budiman: Ada Oknum di KPK, Saya Akan Bongkar!
Bahkan rekaman pembicaraan antara Setya Novanto dan Johanes Marliem turut diputar di persidangan.
"Secara khusus terkait penggunaan rekaman Johannes Marliem oleh FBI sangat layak bagi kami untuk menolaknya karena kami meyakini ada kesalahan dalam penggunaan rekaman Johannes Marliem. Kalau kita baca keterangan pers yang diberikan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman pada minggu lalu," kata Pengacara Novanto, Marbun ketika membacakan pledoi.
Menurut Marbun, rekaman Johanes Marliem tidak dapat dijadikan alat bukti pada perkara ini.
Apalagi bukti didapat dari mekanisme yang tidak dibenarkan oleh undang-undang.
"Bagi kami sehubungan dengan apa benar belum adanya pemeriksaan terhadap Johannes Marliem terkait dengan perkara e-KTP ini, seharusnya tidak terjadi dalam proses hukum profesional, sehingga rekaman pembicaraannya dengan FBI yang digunakan sebagai bukti sepatutnya dikesampingkan," tegas Marbun.
Masih menurut Marbun, rekaman Johanes Marlien adalah keganjilan yang digunakan oleh Jaksa dan dalam penegakkan hukum, khususnya dalam perkara kliennya.
Johannes Marliem lanjut Marbun hanya diperiksa oleh FBI menggunakan aturan hukum Amerika.
Itupun berbeda kasus dengan yang disidik oleh KPK, meski tim KPK pernah melakukan pertemuan dengan Marliem di AS.
"Johannes Marliem tidak pernah diperiksa menurut hukum Indonesia, dan pemeriksaan (pertemuan KPK) di Amerika pun melanggar azas-azas Amerika," tambah Marbun.