TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Mantan Mendagri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gamawan Fauzi tak cuma sekali muncul dalam sidang kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor.
Peran Gamawan begitu terang benderang dalam surat tuntutan terdakwa kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto.
Yang pertama, Gamawan pernah mengirim surat Nomor: 471.13/4210.A/SJ kepada Menteri Keuangan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Isinya, pembiayaan mega proyek e-KTP diubah dari Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN) jadi anggaran rupiah murni.
Kalau mau perubahan ini disetujui, harus ada persetujuan DPR. Makanya dibahas dulu dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Kementerian Dalam Negeri dengan Komisi II DPR.
Baca: Diminta Jelaskan Tentang Korupsi E-KTP, Gamawan: Saya Benar-benar Gak Tahu
Di sinilah muncul kesepakatan pejabat Kemendagri Irman dan Andi Narogong dengan Ketua Komisi II DPR Burhanudin Napitupulu yang menyediakan fee untuk anggota Dewan agar memudahkan pembahasan anggaran.
Gamawan juga yang menetapkan pemenang lelang, Konsorsium PNRI untuk mendapatkan kontrak Rp5,8 triliun proyek e-KTP. Padahal pemenangan konsorsium ini sudah diatur melalui pengaruh Setya Novanto.
"PT Sandipala Artha Putra bertanggungjawab memberikan fee kepada Gamawan Fauzi melalui Asmin Aulia sebesar 5 persen dari nilai pekerjaan yang diperoleh," tulis Jaksa dalam analisa yuridis tuntutan Novanto.
Jaksa yakin Novanto memperoleh keuntungan USD7,300,000 dan sebuah jam tangan Richard Mille RM-011 seharga USD135,000. Jaksa juga yakin Gamawan Fauzi mendapat Rp50 juta dan sebuah Ruko di Grand Wijaya, termasuk tanah di Jalan Brawijaya III melalui Asmin Aulia.
"GAMAWAN FAUZI sejumlah Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan 1 (satu) unit Ruko di Grand Wijaya dan sebidang tanah di Jalan Brawijaya III melalui ASMIN AULIA," seperti tertera di tuntutan Novanto.
Surat tuntutan adalah kesimpulan dari jaksa penuntut umum terkait fakta di persidangan. Karena tugas jaksa mendakwa dan menuntut, tidak aneh jika mereka mengambil saksi yang memberatkan terdakwa.
Tapi pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan bahwa apa yang muncul dari persidangan, termasuk surat tuntutan, tidak bisa didiamkan begitu saja oleh KPK. Lembaga antirasuah ini harus menindaklanjuti setiap temuan di ruang sidang.
"KPK wajib memeriksa dan mengkonfirmasi karena semua alat bukti," kata Abdul Fickar saat dihubungi.
"Fakta hukum itu berasal dari informasi menjadi daya dan menjadi fakta hukum. Jadi tetap harus diperiksa," lanjutnya.
Bagi Peneliti Indonesian Legal Rountable, Erwin Natosmal Oemar, jika tuntutannya mempunyai korelasi dengan putusan hukum terdahulu, maka tuntutan jaksa mempunyai kekuatan yang kuat.
Khusus untuk Gamawan dan mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggraini yang masuk dalam tuntutan Novanto, Erwin berharap KPK bisa memeriksa mereka.
"Artinya, KPK menyatakan bahwa yang bersangkutan masuk dalam kerangka dugaan pidana yang ditujukan terhadap seseorang. KPK tidak bisa untuk tidak memeriksanya," kata Erwin.