News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2019

ACTA Ingatkan KPU, Lima Potensi Masalah Hukum di Pemilu 2019

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menjelaskan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Rabu (18/10/2017).Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah membuka akses sistem informasi partai politik (sipol) untuk masyarakat dan dari 27 partai yang mendaftar, 14 partai dinyatakan telah lengkap dokumen untuk melanjutkan ke tahap verifikasi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Cinta Tanah Air (ACTA), Jamaal Yamanie mengingatkan KPU akan ada lima masalah hukum yang diprediksi mendominasi pelaksanaan Pemilu‎ 2019.

"Hari ini, Selasa (17/4/2018) tepat satu tahun sebelum pelaksanaan Pemilu serentak 17 April 2019. ACTA memperkirakan ada lima masalah hukum yang mendominasi pelaksaan Pemilu 2019. Diharapkan KPU bisa mencari solusi untuk mengatasinya," ujar Jamaal Yamani saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Masalah pertama, diungkap Yamani ialah soal penyusunan daftar pemilih.

Angka 6,7 juta pemilih dalam DPS yang belum memiliki e-KTP menurutnya sangat besar.

"Sebagaimana kita ketahui, syarat memilih adalah terdaftar dalam pemilih dan memiliki e-KTP. Aktivitas pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan oleh KPU mulai hari ini juga belum tersosialisasikan maksimal ke masyarakat. Padahal suksesnya program coklit menuntut partisipasi masyarakat karena harus benar-benar dilakukan door to door," terang Jamaal.

Baca: Komisioner Dilaporkan ke Polisi, Ketua KPU Minta Penyelenggara Pemilu Tetap Solid

Masalah kedua, mengenai Pasal karet UU ITE. Jamaal khawatir pasal 28 ayat 2 dan 45A ayat 2 UU ITE akan terus menyulitkan pihak yang dianggap terlibat perseteruan politik dengan kekuasaan.

"Jika melihat penerapan kasusnya di kepolisian sampai pengadilan istilah SARA dalam pasal ini sangat luas sekali," imbuhnya.

Terlebih dalam kasus Asma Dewi, lanjut Jamaal, perbuatan mengingatkan potensi bahaya dari negara lain sempat didakwakan sebagai tindakan menyebarkan kebencian SARA, walaupun akhirnya tidak terbukti dalam putusan hakim.

Lanjut masalah ketiga yakni pelanggaran aturan kampanye, keempat penyalahgunaan kekuasaan, dan yang kelima adalah politik uang.

"Belajar dari pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu, politik uang masih menjadi ancaman besar bagi demokrasi kita. Kita bisa menyaksikan sendiri bagaimana masa tenang putaran kedua diwarnai insiden hujan sembako di berbagai sudut ibu kota. Di DKI saja bisa terjadi hujan sembako, bagaimana dengan daerah terpencil yang jauh dari pantauan," tambah Jamaal. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini