Kuasa hukum Ahmad Dhani menyebutkan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tidak sesuai dengan hasil penyidikan kepolisian.
Hal itu diungkapkan oleh kuasa hukum Dhani, Hendarsam Marantoko mengatakan, dalam persidangan JPU menyebut dalam dakwaan sebelumnya bahwa saksi Suryopratomo Bimo mengunggah tiga tweet yang tulisannya dikirimkan Dhani melalui pesan WhatsApp.
Bimo merupakan salah satu admin Twitter yang dipekerjakan Dhani dan digaji Rp 2 juta per bulan.
Menurut Hendarsam, Dhani hanya mengunggah tweet satu saja pada 6 Maret 2018 dengan tweet berbunyi, "Siapa saja yang dukung Penista Agama adalah Bajingan yg perlu di ludahi mukanya_ADP".
Sedangkan dua tweet lainnya, kata Hendarsam, bukan Dhani ataupun Bimo.
Kedua tweet itu diunggah pada 7 Februari 2017 bertuliskan, "Yg menistakan Agama si Ahok....Yang diadili KH Ma'ruf Amin....ADP" dan unggahan pada 7 Maret 2017 bertuliskan "Sila pertama KETUHANAN YME, PENISTA Agama jadi Gubernur...kalian WARS??--ADP"
"Bukan terdakwa yang menuliskan dan bukan juga saksi Suryopratomo Bimo, namun saksi lain yaitu ada tim medsos lainnya, yaitu saksi Rahmad Wardoyo dan saksi Memet Indrawan," ujar Hendarsam.
Selain itu, Hendarsam menyayangkan bahwa JPU hanya menyebut Bimo saja sebagai seorang admin Twitter Dhani dalam surat dakwaannya.
Padahal, kata Hendarsam, masih ada admin lain di dalam proses penyidikan kepolisan, namun tidak diungkapkan dalam surat dakwaan.
"Uraian surat dakwaan JPU tidaklah berdasarkan fakta yang sebenarnya dan tidak Sejalan dengan hasil pemeriksaan pada tingkat penyidikan."
"Hal demikian jelaskah akan menyulitkan posisi terdakwa dalam pembelaan," kata Hendarsam.
Komentar Fadli Zon
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan bahwa kasus persidangan ujaran kebencian yang menjerat Ahmad Dhani merupakan pertaruhan bagi demokrasi Indonesia.
"Menurut saya ini kasus yang menarik. Pertaruhan bagi demokrasi kita," kata Fadli yang menghadiri sidang Dhani di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Ampera Raya, Senin (23/4/2018).