Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPP Partai Demokrat berencana mengajukan banding ke Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi.
Rencana pengajuan banding itu dilakukan menyusul penolakan memproses secara etik pengacara Firman Wijaya.
Firman sempat dilaporkan ke Peradi dan Polri, setelah menyebut Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai aktor besar proyek pengadaan KTP-elektronik.
Baca: Hanura Akan Luncurkan Tagline Indonesia Beradab dalam Rakernas Riau
Namun, Dewan Kehormatan Peradi mengatakan tidak dapat memeriksa dan mengadili Firman Wijaya dengan alasan salah alamat.
Banding diajukan atas surat jawaban Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokasi Indonesia (PERADI) Nomor 557/PERADI/DKD/DKI.JKT/EKS/IV/18.
Sekretaris Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ardy Mbalembout, mengatakan surat resmi banding Demokrat diterima Yati Nurhayati Staf Bidang Kehormatan, Eksekusi dan Sosialisasi Putusan Dewan Kehormatan, DPN Peradi.
Baca: Anak Korban Dugaan Intimidasi Ogah Datang Kembali Ke Acara Car Free Day
Nantinya, surat dijanjikan akan disampaikan ke pimpinan pusat, untuk dikaji.
Apabila dinyatakan sidang kode etik Firman diperintahkan DPN Peradi dilanjutkan, dia memprediksi minggu ini peradilan mulai berlangsung.
"(Yati-red) mengatakan akan koordinasi dengan pimpinan DPN Peradi pusat untuk menilai surat Dewan Kehormatan Peradi DKI ini apakah mempunyai nilai kekuatan eksekusi atau tidak. Kalau tidak mereka akan melanjutkan persidangan ini sampai ada keputusan," ujarnya kepada wartawan, Senin (7/5/2018).
Sesuai akta pendirian, dia menjelaskan, Peradi pimpinan Otto Hasibuan yang dilanjutkan Fauzie Yusuf Hasibuan, merupakan organisasi advokat yang sah dihadapan hukum.
Baca: Fakta Menarik Sidang Tuntutan Bos First Travel: Sikap Andika, Tampilan Kiki, Hingga Diamnya Anniesa
Sehingga, dia menilai, pernyataan Dewan Kehormatan Peradi DKI yang melihat Firman merupakan anggota Peradi versi Luhut M P Pangaribuan, tak bisa disidangkan, dinilai tak tepat.
"Seandainya Firman anggota Peradi Luhut mereka (Peradi versi Fauzie Yusuf Hasibuan,-red) sudah mengajukan gugatan. Dalam surat gugatan itu, mereka tidak mengakui Peradi Luhut. Sementara di surat itu (keputusan,-red) mereka bilang ada Peradi lain," tuturnya.
Selain itu, dia menilai, ada argumentasi bertentangan satu sama lain yang dibuat Dewan Kehormatan Peradi DKI Jakarta.
Baca: Kisah Lengkap Wanita Dibunuh dan Dibakar Calon Suaminya: Awal Pertemuan Hingga Kasus Terungkap
Oleh karena itu, pihaknya meminta persidangan etik Firman dilanjutkan sehingga menghasilkan keputusan bersalah atau tidak.
Tak hanya itu, dia mengaku pihaknya telah memenuhi syarat administrasi yang diminta Dewan Kehormatan Peradi DKI. Seperti pembayaran biaya sidang Rp 5 juta via transfer, yang sebelumnya diajukan.
Sebelumnya, Firman Wijaya menyebutkan bahwa fakta persidangan berupa keterangan saksi telah mengungkap siapa sebenarnya aktor besar di balik proyek pengadaan e-KTP.
Berdasarkan keterangan saksi, menurut Firman, proyek e-KTP dikuasai oleh pemenang pemilu pada 2009, yakni Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Adapun, saksi yang dimaksud Firman adalah mantan politisi Partai Demokrat, Mirwan Amir.