Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Adanya program deradikalisasi yang selama ini dilakukan pemerintah terhadap para narapidana terorisme dinilai kurang optimal.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua MPR RI Mahyudin, mengacu pada aksi teror yang beberapa hari terakhir kembali dilancarkan kelompok radikal.
"Masih kurang optimal, (itu) bisa dilihat dari banyaknya residivis terorisme yang setelah keluar (dari penjara), kembali menjadi teroris," ujar Mahyudin, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/5/2018).
Menurutnya, pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap program yang ia anggap masih memiliki kelemahan itu.
Oleh karena itu Wakil Ketua Dewan Pakar Partai Golkar itu menyarankan agar ada anggaran yang dikhususkan untuk menunjang fasilitas program deradikalisasi.
Baca: Mahkamah Agung Resmikan PTSP Pengadilan Tinggi Bali
Agar upaya pengembalian pola pikir para napi teroris untuk tidak melakukan tindakan radikal, bisa sukses dilakukan.
"Jadi, harus juga diberi porsi anggaran yang lebih baik," tegas Mahyudin.
Sebelumnya, terjadi tiga ledakan bom di tiga gereja di Surabaya pada Minggu pagi, saat para jemaat hendak melakukan ibadat.
Peristiwa teror tersebut terjadi dalam waktu yang berdekatan, yakni pukul 07.30, 07.35, serta 07.40 WIB.
Kemudian pada Senin pagi ini, sebuah serangan bom juga terjadi di Polrestabes Surabaya oleh teroris yang diduga menggunakan kendaraan roda dua.
Rentetan aksi teror tersebut pun seakan menyusul peristiwa kerusuhan yang dilakukan para narapidana teroris di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, yang menewaskan 5 polisi, 1 napi teroris serta melukai 4 polisi lainnya.
Tidak hanya itu, aksi penusukan terhadap seorang polisi intel pun juga dilakukan pada waktu yang berdekatan di lokasi yang masih berada di kompleks Mako Brimob Kelapa dua, dan menewaskan seorang polisi yang ditusuk tersebut, serta pelaku penusukan yang akhirnya ditembak polisi lainnya.