Laporan Reporter Kontan, Anggar Septiadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mayoritas kreditur PT First Anugerah Karya Wisata alias First Travel memilih berdamai dalam rapat pemungutan suara (voting), Senin (15/5/2018) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
"Untuk selanjutnya, hasil voting akan dilaporkan kepada hakim pengawas, dan hakim pengawas akan menyampaikan kepada majelis pemutus, di mana putusan akan dilakukan pada Jumat (18/5/2018) mendatang," kata Abdillah kepada Kontan.co.id seusai rapat.
Meski demikian, kata Abdillah putusan oleh hakim mendatang bisa jadi berbeda dengan hasil voting, lantaran hakim punya pertimbangan independen.
Salah satu yang berpotensi dinilai adalah soal kemampuan First Travel membayar kewajibannya.
Saat ini petinggi-petinggi First Travel tengah menjalani proses pidana. Aset-aset perusahaan maupun pribadi tengah disita Bareskrim Polri.
"Putusan hakim bisa berbeda, walaupun selama ini sangat sedikit sekali kasus seperti itu," lanjutnya.
Ia mencontohkan bagaimana hakim dapat memberikan putusan berbeda dari hasil voting yaitu atas proses PKPU PT Rockit Aldeway pada 2016 silam dalam voting mayoritas kreditur menyetujui perdamaian, namun dalam putusan perusahaan batu ini justru diputuskan pailit.
Sebelumnya, Abdillah juga sempat menyatakan bahwa First Travel telah kehilangan investor. Hal ini yang kelak akan membuat sulit upaya restrukturisasi utang-utang First Travel.
Sebab aset yang disita pun nilainya hanya sekitar Rp 8 miliar, sangat jauh dibandingkan total tagihan First Travel yang mencapai Rp 1,1 triliun.
Terlebih dalam proposal perdamaian yang diajukan First Travel. Kreditur ditawarkan untuk diberangkatkan umrah atau pengembalian dana (refund) 100%. Ini tentu sulit.
"Dalam proposal perdamaiannya, First Travelinta waktu 6 bulan hingga 12 bulan sejak homologasi untuk membentuk manajemen ulang, sehingga opsi memberangkatkan baru bisa terlaksana pada 2019, sementara opsi refund baru bisa dilakukan dua tahun setelah homologasi," papar Abdillah.
Kehilangan investor, dan proses pidana yang sedang dijalankan bos First Travel tentu akan jadi kendala yang berarti untuk mewujudkan proposal tersebut.
Baca: Soal Skandal BLBI, KPK Menyatakan Peran Megawati Belum Relevan Diusut
Baca: Penyanyi Taylor Swift Jadi Brand Ambassador Fujifilm
Meski dengan kondisi seperti itu, para kreditur sendiri tetap bersyukur dalam voting, First Travel tak dipailitkan.
"Alhamdulillah, ada secercah peluang jemaah berangkat. Karena kita akan terus menuntut janji Andhika (bos First Travel) untuk memberangkatkan jemaah," kata salah satu kreditur First Travel Syafi'i kepada Kontan.co.id seusai rapat.
Dalam rapat voting di Pengadilan Niaga sendiri ada 47.452 kreditur yang merupakan jemaah First Travel dengan tagihan senilai Rp 749 miliar yang hadir.
Hasilnya 31.811 kreditur pemilik tagihan senilai Rp 503 miliar menyetujui perdamaian. Sisanya, 15.641 kreditur dengan tagihan senilai Rp 245 menolaknya.