Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaringan Pekerja Migran Indonesia mendesak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU P-KS segera disahkan.
Advokasi dan Bantuan Hukum Migrant Care, Fitri mengatakan, data di tahun 2017 menunjukan 84 persen dialami perempuan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Baca: 6 Keluarga Polisi yang Gugur di Mako Brimob Diberi Rumah
"Perdagangan orang, kontrak kerja, asuransi, dokumen, dan gaji. Hal ini semakin menegaskan pekerja migran perempuan masih rentan jadi obyek eksploitasi dalam situasi kerja dan migrasi yang tidak aman," ujar Fitri di kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (18/5/2018).
Sehingga, ujar Fitri, RUU P-KS bisa segera menjadi UU oleh DPR.
Sementara, RUU P-KS telah masuk ke prolegnas sejak tahun 2016 silam.
"Ini kan sudah ada diprolegnas 2016 tapi sampai tahun 2018 ini pembahasan belum maksimal. Memang ada pembahasan ada usulan dari DPR, usulan aparat penegak hukum tapi itu belum dindak lanjuti secara maksimal," ujar Fitri.
"Diharapkan dengan dibahasanya RUU P-KS dapat melindungi korban kekerasan seksual di mana melengkapi kekosongan perlindungan yang ada dalam UU PMI," lanjutnya.
Sedangkan, Boby Alwy, Setjen SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia) memaparkan di tahun 2015 ada 50 PMI yang mengalami pelanggaran.
"Di antaranya mengalami perkosaan sampai depresi, bahkan ada yang sampai hari ini belum bisa pulih. Sedangkan 24 pekerja miran lainnya mengalami pelecahan seksual," kata Boby.
Baca: Terdakwa Aman Abdurrahman Bakal Ajukan Pembelaan Pada Sidang Berikutnya
Diketahui, RUU P-KS mencakup mulai dari pencegahan, pemenuhan hak korban, pemulihan korban hingga mengatur tentang penanganan dan hukum acara.
Selain itu, mengatur tentang peran serta masyarakat dan mengubah perspektif penegak hukum dalam menangani korban kekerasan, serta disusun lengkap dengan sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual.