TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan mempertanyakan kualifikasi dari rekomendasi 200 mubaligh atau penceramah yang dirilis oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Taufik, banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh Menteri Agama terkait rekomendasi 200 mubaligh itu.
Baca: Anak Kembar Nan Menggemaskan Ini yang Bantu Pegangi Veil Meghan Markle
Pasalnya, sebelumnya tidak ada pengumuman secara terbuka dari Kemenag kepada masyarakat, mengenai kualifikasi mubaligh.
Namun kemudian Kemenag mengumumkan rekomendasi 200 mubalig.
“Terkait dengan rekomendasi 200 mubalig rujukan dari Kemenag itu sangat tidak adil dan seolah tendensius. Karena banyak pertanyaan yang harus dijawab oleh Kemenag. Pertama, kenapa harus hanya 200 mubalig yang direkomendasi oleh Kemenag. Yang kedua kualifikasi apa yang diberikan oleh Kemenag terkait dengan proses rekomendasi itu. Kok tidak diumumkan di masyarakat terlebih dahulu secara terbuka,” kata Taufik saat dihubungi Sabtu (19/5/2018).
Baca: Pemerintah Selesaikan Pembangunan Pondok Pesantren di Kota Padang
Taufik mengaku heran, 200 nama mubaligh yang dikeluarkan oleh Kemenag itu bersifat sementara.
Kualifikasi dan seleksi yang ditentukan Kemenag pun tidak transparan.
Ia melihat masih ada ribuan ustaz dan ustazah, misalnya dari NU, Muhammadiyah, ataupun tokoh-tokoh dari ormas Islam yang lain yang layak masuk dalam rekomendasi mubalig itu.
“Dan bagaimana juga dengan mahasiswa-mahasiswa kita yang sekolah dakwah di perguruan tinggi Islam. Berarti mereka enggak boleh belajar mubalig di situ? Jadi kalau namanya tidak masuk dalam rekomendasi Kemenag, tidak boleh belajar dakwah,” kata Waketum PAN itu.
Taufik juga melihat, jumlah 200 nama mubalig itu berbanding jauh dengan jumlah masyarakat muslim Indonesia yang mencapai lebih dari 90 persen dari 250 juta masyarakat Indonesia.
“Rujukan 200 nama mubalig yang direkomendasikan oleh Kemenag dibandingkan dengan 90 persen lebih umat muslim Indonesia itu sangat sedikit sekali. Enggak ada 1 persennya,” tegas Taufik.
Selain itu, Taufik juga mempertanyakan, mengapa rekomendasi itu ditujukan kepada mubalig saja, yang notabene untuk berceramah kepada umat Islam.
Padahal agama-agama lain juga memiliki pemuka agamanya. Ia melihat ini, hal ini seolah tendensius kepada Agama Islam. Padahal seharusnya Kemenag melindungi seluruh umat.
“Kenapa hanya berlaku untuk mubalig saja. Bagaimana dengan agama-agama yang lain. Kualifikasi pendeta, pastur, biksu atau pemuka agamas lain seharusnya ada dong, kan begitu kalau mau adil. Daftar pemuka agama seluruh agama dikeluarkan. Jadi hal ini tidak main-main, karena saya juga mendengarkan dari aspirasi masyarakat,” tegas Taufik.